Narita International Airport,Japan

Preparing for departure

East West Center, University of Hawaii

All of the participants for Civic Education short course, University Of Hawaii

Davi and Haris

Happy family of my little sister

Elementary School in Hawai'i

Fun learning and school visit

Project Citizen SMP Negeri 16 Bandar Lampung

Implementasi model Project Citizen di SMPN 16 Bandar Lampung

Narita International Airport

Funny and new experience

Senin, 06 Oktober 2014

Resensi Artikel INDONESIA'S CITIZENSHIP EDUCATION

Resensi Artikel Indonesia's Citizenship Education

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang memberikan pemahaman kehidupan sosial yang memiliki posisi strategis untuk mengembangkan warga negara Indonesia menjadi warga negara yang cerdas dan baik. Pertama dan yang paling utama, pelajar harus didorong untuk melihat bahwa ada pola interaksi hubungan antara individu dan masyarakat dengan mematuhi norma-norma yang ada. Para siswa juga harus mampu melihat bahwa masyarakat merupakan sifat sistemik sebagai bagian sumber daya manusia yang harus dibekali dengan pengetahuan yang diperlukan untuk masuk ke dalam interaksi sosial tersebut dan untuk menanggapi /merespon berbagai keadaan di lingkungan tempat mereka tinggal.
Konteks proses pembelajaran warga negara pada umumnya dan bagi siswa pada khususnya tentunya tidak terlepas dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di Indonesia pada masa lalu dan muncul tantangan-tantangan yang harus dihadapi di Indonesia. Oleh karena itulah siswa harus didorong untuk menyesuaikan diri dengan dunia yang semakin interaktif, cepat berubah, dan arus informasi serta teknologi yang terus berkembang. Dalam proses perubahan konteks global yang seperti ini, siswa diberikan kebebasan untuk dapat mencapai dan mendapatkan pengetahuan/pengalaman dalam arus perubahan tadi tanpa harus mengorbankan tatanan sosial. Dengan tatanan sosial yang kondusif dan terjaga dapat memberikan kontribusi yang positif untuk perkembangan bangsa Indonesia ke depan karena Indonesia memiliki sumber daya manusia yang cerdas dan warga negara yang baik. Kemudian, siswa harus didorong untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial mereka, membangun hubungan sosial dan memperoleh pengetahuan baru dengan harus dikendalikan oleh rasionalitas yang baik.
Atas dasar konsep di atas tersebut maka pendidikan kewarganegaraan harus mengenai sasaran kebutuhan para siswa. Mereka jangan terlalu banyak diberikan hal-hal yang bersifat abstrak, tetapi berikanlah hal-hal yang nyata dan berguna bagi kehidupan sehari-hari, tanpa mengurangi tujuan utamanya, sehingga siswa dapat lebih mudah memahami dan menambah pengalaman hidup mereka (life experience). Kemudian, pendidikan kewarganegaraan dalam praktik hendaknya lebih ditekankan pada pembentukan pada proses pemberdayaan warga negara, sehingga mereka mampu berperan sebagai partner pemerintah dalam menjalankan tugas kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Karena itu, pendidikan kewarganegaraan, diarahkan pada upaya pemberdayaan peserta didik menjadi manusia yang bermartabat, mampu bersaing dan unggul dijamannya, serta dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupannya.
Pendidikan kewarganegaraan fokus kepada warga negara. Oleh karena itu, setiap individu diharapkan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan bernegara dan patuh terhadap hukum dan undang-undang. Telah dipahami bahwa setiap warga negara berada dibawah undang-undang atau peraturan tertentu, dimana peraturan tersebut dijalankan oleh kelompok tertentu dari bagian masyarakat itu sendiri. Kemudian warga negara juga bersama-sama di dalam kelompok hidup dibawah kekuasaan pemerintah. Dalam hal ini penting untuk memahami dan mengerti mengenai pemerintah dan pemerintahan karena hal ini pemerintah tetap akan mempengaruhi kehidupan warga negaranya setiap hari.
Proses pendidikan dan pembelajaran di dalam kelas saat ini tidak terlepas dari perkembangan informasi dan teknologi. Setiap pengajar dan pembelajar dituntut untuk mengikuti kemajuan zaman tersebut. Pada konteks era globalisasi saat ini PKn juga ikut berkontribusi dan memainkan peranan penting dalam pembangunan bangsa. Untuk itu, PKn perlu menekankan dua hal. Pertama menstimulir peserta didik untuk terus menerus berefleksi tentang makna dunia sosialnya, dan yang kedua pendidikan kewarganegaraan perlu memberikan penanaman nilai-nilai yang baik kepada peserta didik untuk mempersiapkan diri lebih baik guna merespons terhadap kekuatan-kekuatan global di Indonesia. Siswa diharapkan dapat mulai berpikir tentang dunia sosial mereka dan memperkuat kepribadiannya. Ini akan berfungsi untuk memperbaiki kekurangan yang ditimbulkan oleh kondisi terkini yang muncul diakibatkan karena arus globalisasi. Dengan kepribadian yang kuat dan jati diri yang baik, maka setiap individu akan mampu mengikuti perubahan dan perkembangan yang sangat cepat seperti sekarang ini.  

Senin, 30 Desember 2013

Pengertian Ideologi


Pengertian Ideologi

Ideologi muncul di akhir abad ke-19 ketika asal ide-ide menjadi subjek kajian filosofis. Upaya ini dilakukan untuk menemukan saling ketergantungan antar sesama ide manusia dengan proses psikologisnya. Berhubung ideologi menggambarkan ketergantungan akal pada proses-proses material dasar ini, maka pada umumnya dikenal sebagai materialisme psikologis. Sementara orag mengartikan ideologi biasanya tidak lebih dari semacam hubungan mental, suatu teori, suatu pemikiran atau sesuatu yang bersifat intelektual.

Orang yang pertama kali menggunakan istilah ideologi adalah Antoine Destutt, seorang filosof Perancis yang hidup pada masa revolusi Perancis. Secara etimologis, “ideologi” dibentuk dari kata idea dan logos. Idea berarti pemikiran, konsep atau gagasan, sedangkan logos atau logoi berarti pengetahuan. Dengan demikian, ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide, tentang keyakinan atau tentang gagasan. Dalam hubungan dengan pengertian ini, maka ideologi bisa berarti ajaran, doktrin, teori atau ilmu yang diyakini kebenarannya, yang disusun secara sistematis dan diberi petunjuk pelaksanaannya, baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

A Destult de Tracy (1836) menjelaskan bahwa ideologi berasal dari kata idein yang berarti melihat dan logia yang berarti kata atau ajaran. Pengertian ini untuk menyebut suatu cabang filsafat, yaitu science de idees sebagai ilmu yang mendasari ilmu-ilmu lain, seperti paedagogi, etika, politik. Atas dasar itu, menurutnya, ideologi berarti ilmu tentang terjadinya cita-cita, gagasan atau buah pikiran.

Sesungguhnya istilah ideologi sendiri bersifat netral, tidak memihak ke mana pun. Ia dapat digunakan oleh siapa saja; apakah oleh kaum kapitalis, nasionalis atau komunis, bahkan oleh yang lainnya. Ideologi pada dasarnya menggambarkan tentang suatu tatanan kehidupan politik yang diyakininya sebagai yang paling ideal disertai dengan cara-cara, program, dan strategi untuk mewujudkan dan memperjuangkannya.


(Tulisan diambil dari buku berjudul Civic Education: Pendidikan Kewarganegaraan Perspektif Islam, tahun 2004 halaman 43-44, penulis Adeng Muchtar Ghazali, M.Ag., penerbit benang merah press)


Demokrasi Pancasila


Demokrasi Pancasila

Demokrasi Pancasila mengandung pengertian demokrasi yang dijiwai, disemangati, diwarnai, dan didasari oleh falsafah Pancasila. Pandangan dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam demokrasi Pancasila adalah:
  1. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang tetap mendasarkan diri pada konstirusi. Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa pemerintah berdasar atas sistem konstitusi, tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tak terbatas). Dengan demikian, demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang seluruh geraknya dibatasi oleh konstitusi, dan harus senantiasa tunduk dan patuh terhadap rule of law.
  1. Demokrasi Pancasila tetap memperlihatkan dan memiliki sifat-sifat demokrasi dalam arti umum dan universal, yaitu suatu pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Asas kerakyatan mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala hukum haruslah bersandar pada perasaan keadilan dan kebenaran yang hidup dalam hati rakyat.
  1. Menurut rumusan hasil simposium hak-hak asasi yang diselenggarakan pada bulan Juni 1957, yang dimaksud dengan demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang memiliki tanggung jawab baik secara vertikal maupun horizontal. Dengan demikian demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang wajib bertanggung jawab kepada Allah SWT dan bertanggung jawab kepada kemanusiaan dan kepada persatuan Indonesia.

(Tulisan diambil dari buku berjudul Civic Education: Pendidikan Kewarganegaraan Perspektif Islam, tahun 2004 halaman 81-82, penulis Adeng Muchtar Ghazali, M.Ag., penerbit benang merah press Bandung)

Definisi Nasionalisme


Mengenai Definisi Nasionalisme

Nasionalisme menurut penulis adalah semangat, rasa atau kesadaran memiliki bangsa dan negara secara utuh. Termasuk didalamnya mencintai tanah air, dalam artian mencintai baik itu sesama warga masyarakat, mencintai kebersamaan satu sama lain, mencintai segala perkembangan yang baik menuju keberadaan bangsa dan negara yang mampu berdiri di tengah-tengah bangsa-bangsa lainnya di dunia. Dan yang tidak kalah pentingnya, apabila menyebutkan kata nasionalisme itu, menurut penulis adalah berbuat, bertindak, berperilaku, berusaha, berupaya, bergiat, bersemangat untuk melakukan yang terbaik dan bermanfaat untuk bangsa dan negara baik untuk saat sekarang dan untuk di masa depan. Sehingga bangsa dan negara akan bergerak lebih maju dan berkembang.

Stanley Benn, seperti dikutip Nurcholish Madjid, mengatakan bahwa dalam mendefinisikan perkataan “nasionalisme” setidaknya ada lima elemen, yakni:
  1. semangat ketaatan kepada suatu bangsa (semacam patriotisme)
  2. dalam aplikasinya kepada politik, nasionalisme menunjuk kepada kecondongan untuk mengutamakan kepentingan bangsa sendiri, khususnya jika kepentingan bangsa itu berlawanan dengan kepentingan bangsa lain
  3. sikap yang melihat amat pentingnya penonjolan ciri khusus suatu bangsa. Karena itu doktrin yang memandang perlunya kebudayaan bangsa dipertahankan
  4. nasionalisme adalah suatu teori politik atau teori antropologi yang menekankan bahwa umat manusia secara alami terbagi-bagi menjadi berbagai bangsa, dan bahwa ada kriteria yang jelas untuk mengenali suatu bangsa beserta para anggota bangsa itu


Kamis, 26 Desember 2013

Multicultural Menurut Gay Garland Reed


Multicultural Menurut Gay Garland Reed (UH)

According to Gay Garland Reed (Professor of Educational Foundations, College of Education, University of Hawaii):
Multicultural practitioners are sensitive to the patterns of prejudice and bias (based on social class, race, religion, ethnicity, gender, exceptionality, sexual orientation, and linguistic background) in curriculum, assessment, institutional structures, and human interactions that affect educational outcomes. They strive to correct these inequities by accommodating their curriculum, varying their pedagogical approaches, encouraging multiple perspectives, inviting critical thought, and engaging in regular self - reflection in order to create a more inclusive and socially just classroom.

(Leni Anggreini final assignment at East Weat Center, University of Hawai'i Manoa – Honolulu, December 2012)

Multikultural Menurut Banks


Multicultural

Multicultural education is a relatively new phenomenon in the world of education. According to Banks and Banks (2004: xi) defines multicultural education as follows:
multicultural education is a field of study and an emerging discipline whose major aim is to create equal educational opportunities for students from diverse racial, ethnic, social class, and cultural groups. One of its important goals is to help students to acquire the knowledge, attitudes, and skills needed to function effectively in a pluralistic democratic society and to interact, negotiate, and communicate with peoples from diverse groups in order to create a civic and moral community that works for the common good.

Multicultural education is as a process of preparing students for meaningful participation in a diverse world and for assisting them in affirming their own unique cultural backgrounds while respecting others.

Senin, 23 Desember 2013

Kalidjernih, pendidikan karakter di Indonesia


Beberapa butir acuan dalam pengembangan dan pengamalan kualitas-kualitas utama (pembangunan karakter)
  • pengembangan kualitas-kualitas utama melalui pengalaman atau interaksi sosial
  • penekanan interaksi sosial dalam pembangunan karakter yang bersifat intersubyektifitas (komunikasi inter personal)
  • Intersubyektivitas dikembangkan dalam bentuk 'situasi' atau 'kasus' (situasi dapat dibuat dalam bentuk drama (acting-out)
  • peserta didik diberikan kesempatan berefleksi dan mengemukakan pendapat melalui situasi yang dipentaskan
  • peserta didik dapat diminta melakukan evaluasi, mana yang menurut mereka merupakan kualitas-kualitas utama dan mana yang bukan. Sejauh mana tindakan-tindakan dapat dikategorikan sebagai klaim kekokohan, kekonsistenan dan kepaduan kualitas utama
  • peserta didik dapat melakukan kegiatan pemecahan masalah ketika berefleksi dan mementaskan suatu situasi
  • peserta didik didorong untuk aktif dan kreatif mencari situasi-situasi (dari pengalaman langsung atau tidak langsung) sebagai materi pelatihan dan pengembangan


(Kalidjernih, Ph.D, Situasionisme: Refleksi untuk pendidikan karakter di Indonesia)