tag:blogger.com,1999:blog-18262436761780854442024-03-12T20:13:55.185-07:00Deep Blue SeaMuhammad Mona Adha's BlogAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.comBlogger250125tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-2703381780262642002014-10-06T01:09:00.001-07:002014-10-06T01:09:02.778-07:00Resensi Artikel INDONESIA'S CITIZENSHIP EDUCATION<div style="text-align: center;">
Resensi Artikel Indonesia's Citizenship Education</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;"><span lang="sv-SE">Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang memberikan
pemahaman kehidupan sosial yang memiliki posisi strategis untuk
mengembangkan warga negara Indonesia menjadi warga negara yang cerdas
dan baik. </span></span><span style="color: black;">Pertama dan yang paling
utama, pelajar harus didorong untuk melihat bahwa ada pola interaksi
hubungan antara individu dan masyarakat dengan mematuhi norma-norma
yang ada. Para siswa juga harus mampu melihat bahwa masyarakat
merupakan sifat sistemik sebagai bagian sumber daya manusia yang
harus dibekali dengan pengetahuan yang diperlukan untuk masuk ke
dalam interaksi sosial tersebut dan untuk menanggapi /merespon
berbagai keadaan di lingkungan tempat mereka tinggal.</span></div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;"><span lang="en-US"> Konteks
proses pembelajaran warga negara pada umumnya dan bagi siswa pada
khususnya tentunya tidak terlepas dari peristiwa-peristiwa yang telah
terjadi di Indonesia pada masa lalu dan muncul tantangan-tantangan
yang harus dihadapi di Indonesia. Oleh karena itulah siswa harus
didorong untuk menyesuaikan diri dengan dunia yang semakin
interaktif, cepat berubah, dan arus informasi serta teknologi yang
terus berkembang. Dalam proses perubahan konteks global yang seperti
ini, siswa diberikan kebebasan untuk dapat mencapai dan mendapatkan
pengetahuan/pengalaman dalam arus perubahan tadi tanpa harus
mengorbankan tatanan sosial. Dengan tatanan sosial yang kondusif dan
terjaga dapat memberikan kontribusi yang positif untuk perkembangan
bangsa Indonesia ke depan karena Indonesia memiliki sumber daya
manusia yang cerdas dan warga negara yang baik. </span></span><span style="color: black;"><span lang="en-US">Kemudian,
siswa harus didorong untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial
mereka, membangun hubungan sosial dan memperoleh pengetahuan baru
dengan harus dikendalikan oleh rasionalitas yang baik.</span></span></div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;"><span lang="en-US"> Atas
dasar konsep di atas tersebut maka pendidikan kewarganegaraan harus
mengenai sasaran kebutuhan para siswa. Mereka jangan terlalu banyak
diberikan hal-hal yang bersifat abstrak, tetapi berikanlah hal-hal
yang nyata dan berguna bagi kehidupan sehari-hari, tanpa mengurangi
tujuan utamanya, sehingga siswa dapat lebih mudah memahami dan
menambah pengalaman hidup mereka (</span></span><span style="color: black;"><span lang="en-US"><i>life
experience</i></span></span><span style="color: black;"><span lang="en-US">).
Kemudian, pendidikan kewarganegaraan dalam praktik hendaknya lebih
ditekankan pada pembentukan pada proses pemberdayaan warga negara,
sehingga mereka mampu berperan sebagai </span></span><span style="color: black;"><span lang="en-US"><i>partner</i></span></span><span style="color: black;"><span lang="en-US">
pemerintah dalam menjalankan tugas kemasyarakatan, kebangsaan, dan
kenegaraan. Karena itu, pendidikan kewarganegaraan, diarahkan pada
upaya pemberdayaan peserta didik menjadi manusia yang bermartabat,
mampu bersaing dan unggul dijamannya, serta dapat memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi kehidupannya.</span></span></div>
<div align="JUSTIFY" lang="en-US" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;"> Pendidikan kewarganegaraan fokus kepada warga
negara. Oleh karena itu, setiap individu diharapkan untuk dapat
berpartisipasi dalam kehidupan bernegara dan patuh terhadap hukum dan
undang-undang. Telah dipahami bahwa setiap warga negara berada
dibawah undang-undang atau peraturan tertentu, dimana peraturan
tersebut dijalankan oleh kelompok tertentu dari bagian masyarakat itu
sendiri. Kemudian warga negara juga bersama-sama di dalam kelompok
hidup dibawah kekuasaan pemerintah. Dalam hal ini penting untuk
memahami dan mengerti mengenai pemerintah dan pemerintahan karena hal
ini pemerintah tetap akan mempengaruhi kehidupan warga negaranya
setiap hari.</span></div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;"><span lang="en-US"> </span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span lang="en-US">Proses
pendidikan dan pembelajaran di dalam kelas saat ini tidak terlepas
dari perkembangan informasi dan teknologi. Setiap pengajar dan
pembelajar dituntut untuk mengikuti kemajuan zaman tersebut. </span></span></span><span style="color: black;"><span lang="en-US">Pada
konteks era globalisasi saat ini PKn juga ikut berkontribusi dan
memainkan peranan penting dalam pembangunan bangsa. Untuk itu, PKn
perlu menekankan dua hal. Pertama menstimulir peserta didik untuk
terus menerus berefleksi tentang makna dunia sosialnya, dan yang
kedua pendidikan kewarganegaraan perlu memberikan penanaman
nilai-nilai yang baik kepada peserta didik untuk mempersiapkan diri
lebih baik guna merespons terhadap kekuatan-kekuatan global di
Indonesia. Siswa diharapkan dapat mulai berpikir tentang dunia sosial
mereka dan memperkuat kepribadiannya. Ini akan berfungsi untuk
memperbaiki kekurangan yang ditimbulkan oleh kondisi terkini yang
muncul diakibatkan karena arus globalisasi. Dengan kepribadian yang
kuat dan jati diri yang baik, maka setiap individu akan mampu
mengikuti perubahan dan perkembangan yang sangat cepat seperti
sekarang ini. </span></span>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-57462809208713747162013-12-30T01:57:00.000-08:002014-03-02T05:59:18.578-08:00Pengertian Ideologi<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgm4tXUPZki8-hglHes9H0QFHBS9JAWwrFHMk5oPNza0MnGMGFYqm_QfsGHI0Iw8hMRzDkNrs_CaBy5ldv3vNTHeJNYsXhSqnjiLAsfxtHv1DdDOZ7nIwncZ4f0b05_IQiO422X_aDSZrM/s1600/DSC02854.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgm4tXUPZki8-hglHes9H0QFHBS9JAWwrFHMk5oPNza0MnGMGFYqm_QfsGHI0Iw8hMRzDkNrs_CaBy5ldv3vNTHeJNYsXhSqnjiLAsfxtHv1DdDOZ7nIwncZ4f0b05_IQiO422X_aDSZrM/s1600/DSC02854.JPG" height="240" width="320" /></a></div>
<br />
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;">
<b>Pengertian Ideologi</b></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Ideologi muncul di akhir
abad ke-19 ketika asal ide-ide menjadi subjek kajian filosofis. Upaya
ini dilakukan untuk menemukan saling ketergantungan antar sesama ide
manusia dengan proses psikologisnya. Berhubung ideologi menggambarkan
ketergantungan akal pada proses-proses material dasar ini, maka pada
umumnya dikenal sebagai materialisme psikologis. Sementara orag
mengartikan ideologi biasanya tidak lebih dari semacam hubungan
mental, suatu teori, suatu pemikiran atau sesuatu yang bersifat
intelektual.</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Orang yang pertama kali
menggunakan istilah ideologi adalah Antoine Destutt, seorang filosof
Perancis yang hidup pada masa revolusi Perancis. Secara etimologis,
“ideologi” dibentuk dari kata idea dan logos. Idea berarti
pemikiran, konsep atau gagasan, sedangkan logos atau logoi berarti
pengetahuan. Dengan demikian, ideologi berarti ilmu pengetahuan
tentang ide-ide, tentang keyakinan atau tentang gagasan. Dalam
hubungan dengan pengertian ini, maka ideologi bisa berarti ajaran,
doktrin, teori atau ilmu yang diyakini kebenarannya, yang disusun
secara sistematis dan diberi petunjuk pelaksanaannya, baik dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
A Destult de Tracy (1836)
menjelaskan bahwa ideologi berasal dari kata idein yang berarti
melihat dan logia yang berarti kata atau ajaran. Pengertian ini untuk
menyebut suatu cabang filsafat, yaitu science de idees sebagai ilmu
yang mendasari ilmu-ilmu lain, seperti paedagogi, etika, politik.
Atas dasar itu, menurutnya, ideologi berarti ilmu tentang terjadinya
cita-cita, gagasan atau buah pikiran.</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Sesungguhnya istilah
ideologi sendiri bersifat netral, tidak memihak ke mana pun. Ia dapat
digunakan oleh siapa saja; apakah oleh kaum kapitalis, nasionalis
atau komunis, bahkan oleh yang lainnya. Ideologi pada dasarnya
menggambarkan tentang suatu tatanan kehidupan politik yang
diyakininya sebagai yang paling ideal disertai dengan cara-cara,
program, dan strategi untuk mewujudkan dan memperjuangkannya.</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
(Tulisan diambil dari
buku berjudul Civic Education: Pendidikan Kewarganegaraan Perspektif
Islam, tahun 2004 halaman 43-44, penulis Adeng Muchtar Ghazali,
M.Ag., penerbit benang merah press)</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-43152839991781667772013-12-30T01:55:00.002-08:002014-03-02T06:02:34.483-08:00Demokrasi Pancasila<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVmscsjxB2BFUV_sLWjMW9TAYqHN5kIgMXJdhl_BqMre411fwekJKlwnMDMUe199hJypnxRkZs0g0_88Auk4d_Ss4rxXMX7wPFt6xDsmtQYgbAEoMHmntOb-dZar3Dz4vST8xfiKDdXKw/s1600/DSCN1091.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVmscsjxB2BFUV_sLWjMW9TAYqHN5kIgMXJdhl_BqMre411fwekJKlwnMDMUe199hJypnxRkZs0g0_88Auk4d_Ss4rxXMX7wPFt6xDsmtQYgbAEoMHmntOb-dZar3Dz4vST8xfiKDdXKw/s1600/DSCN1091.JPG" height="240" width="320" /></a></div>
<br />
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;">
<b>Demokrasi Pancasila</b></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Demokrasi Pancasila
mengandung pengertian demokrasi yang dijiwai, <span style="font-weight: normal;">disemangati</span>,
diwarnai, dan didasari oleh falsafah Pancasila. Pandangan dan
prinsip-prinsip yang terkandung dalam demokrasi Pancasila adalah:</div>
<ol>
<li><div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Demokrasi Pancasila
adalah demokrasi yang tetap mendasarkan diri pada konstirusi. Dalam
UUD 1945 ditegaskan bahwa pemerintah berdasar atas sistem
konstitusi, tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tak
terbatas). Dengan demikian, demokrasi Pancasila adalah demokrasi
yang seluruh geraknya dibatasi oleh konstitusi, dan harus senantiasa
tunduk dan patuh terhadap <i>rule of law.</i></div>
</li>
</ol>
<ol start="2">
<li><div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Demokrasi Pancasila
tetap memperlihatkan dan memiliki sifat-sifat demokrasi dalam arti
umum dan universal, yaitu suatu pemerintahan dari, oleh dan untuk
rakyat. Asas kerakyatan mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada
rakyat. Segala hukum haruslah bersandar pada perasaan keadilan dan
kebenaran yang hidup dalam hati rakyat.</div>
</li>
</ol>
<ol start="3">
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
Menurut rumusan hasil simposium
hak-hak asasi yang diselenggarakan pada bulan Juni 1957, yang
dimaksud dengan demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang memiliki
tanggung jawab baik secara vertikal maupun horizontal. Dengan
demikian demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang wajib bertanggung
jawab kepada Allah SWT dan bertanggung jawab kepada kemanusiaan dan
kepada persatuan Indonesia.</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
</div>
</li>
</ol>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
(Tulisan diambil dari
buku berjudul Civic Education: Pendidikan Kewarganegaraan Perspektif
Islam, tahun 2004 halaman 81-82, penulis Adeng Muchtar Ghazali,
M.Ag., penerbit benang merah press Bandung)</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-51072223888084793552013-12-30T01:54:00.004-08:002014-03-02T06:05:07.621-08:00Definisi Nasionalisme<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHw9kwv14Zt4G2I0vYNr0xE8-YfthOlO03Wo_tpsxowTwZj-CTfp9jGshoyGYB9ymuERFgklxoezBycaMP38qFJclQtXOQSTg8OMbK15ynOA7JsE-3lfPluUk3dqTD65SVZI7XCN4iuw0/s1600/DSCN1160.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHw9kwv14Zt4G2I0vYNr0xE8-YfthOlO03Wo_tpsxowTwZj-CTfp9jGshoyGYB9ymuERFgklxoezBycaMP38qFJclQtXOQSTg8OMbK15ynOA7JsE-3lfPluUk3dqTD65SVZI7XCN4iuw0/s1600/DSCN1160.JPG" height="240" width="320" /></a></div>
<br />
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;">
<b>Mengenai Definisi
Nasionalisme</b></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Nasionalisme menurut
penulis adalah semangat, rasa atau kesadaran memiliki bangsa dan
negara secara utuh. Termasuk didalamnya mencintai tanah air, dalam
artian mencintai baik itu sesama warga masyarakat, mencintai
kebersamaan satu sama lain, mencintai segala perkembangan yang baik
menuju keberadaan bangsa dan negara yang mampu berdiri di
tengah-tengah bangsa-bangsa lainnya di dunia. Dan yang tidak kalah
pentingnya, apabila menyebutkan kata nasionalisme itu, menurut
penulis adalah berbuat, bertindak, berperilaku, berusaha, berupaya,
bergiat, bersemangat untuk melakukan yang terbaik dan bermanfaat
untuk bangsa dan negara baik untuk saat sekarang dan untuk di masa
depan. Sehingga bangsa dan negara akan bergerak lebih maju dan
berkembang.</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Stanley Benn, seperti
dikutip Nurcholish Madjid, mengatakan bahwa dalam mendefinisikan
perkataan “nasionalisme” setidaknya ada lima elemen, yakni:</div>
<ol>
<li><div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
semangat ketaatan
kepada suatu bangsa (semacam patriotisme)</div>
</li>
<li><div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
dalam aplikasinya
kepada politik, nasionalisme menunjuk kepada kecondongan untuk
mengutamakan kepentingan bangsa sendiri, khususnya jika kepentingan
bangsa itu berlawanan dengan kepentingan bangsa lain</div>
</li>
<li><div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
sikap yang melihat
amat pentingnya penonjolan ciri khusus suatu bangsa. Karena itu
doktrin yang memandang perlunya kebudayaan bangsa dipertahankan</div>
</li>
<li><div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
nasionalisme adalah
suatu teori politik atau teori antropologi yang menekankan bahwa
umat manusia secara alami terbagi-bagi menjadi berbagai bangsa, dan
bahwa ada kriteria yang jelas untuk mengenali suatu bangsa beserta
para anggota bangsa itu</div>
</li>
</ol>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-11486605519183427982013-12-26T17:54:00.001-08:002013-12-26T17:54:04.960-08:00Multicultural Menurut Gay Garland Reed<br />
<div align="CENTER" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Times New Roman, serif;"><span style="font-size: small;"><b>Multicultural
Menurut Gay Garland Reed (UH)</b></span></span></div>
<div align="CENTER" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: Times New Roman, serif;"><span style="font-size: small;">According to Gay
Garland Reed (Professor of Educational Foundations, College of
Education, University of Hawaii): </span></span>
</div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.49in; text-indent: 0.01in;">
<span style="font-family: Times New Roman, serif;"><span style="font-size: small;">Multicultural
practitioners are sensitive to the patterns of prejudice and bias
(based on social class, race, religion, ethnicity, gender,
exceptionality, sexual orientation, and linguistic background) in
curriculum, assessment, institutional structures, and human
interactions that affect educational outcomes. They strive to correct
these inequities by accommodating their curriculum, varying their
pedagogical approaches, encouraging multiple perspectives, inviting
critical thought, and engaging in regular self - reflection in order
to create a more inclusive and socially just classroom.</span></span></div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.49in; text-indent: 0.01in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Times New Roman, serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">(Leni
Anggreini final assignment at East Weat Center, University of Hawai'i
Manoa – Honolulu, December 2012)</span></span></span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-51783129775133662622013-12-26T17:45:00.003-08:002013-12-26T17:45:55.311-08:00Multikultural Menurut Banks<br />
<div align="CENTER" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Times New Roman, serif;"><span style="font-size: small;"><b>Multicultural</b></span></span></div>
<div align="CENTER" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: Times New Roman, serif;"><span style="font-size: small;">Multicultural
education is a relatively new phenomenon in the world of education.
According to Banks and Banks (2004: xi) defines multicultural
education as follows:</span></span></div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in;">
<span style="font-family: Times New Roman, serif;"><span style="font-size: small;">multicultural
education is a field of study and an emerging discipline whose major
aim is to create equal educational opportunities for students from
diverse racial, ethnic, social class, and cultural groups. One of its
important goals is to help students to acquire the knowledge,
attitudes, and skills needed to function effectively in a pluralistic
democratic society and to interact, negotiate, and communicate with
peoples from diverse groups in order to create a civic and moral
community that works for the common good.</span></span></div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: Times New Roman, serif;"><span style="font-size: small;">Multicultural
education is as a process of preparing students for meaningful
participation in a diverse world and for assisting them in affirming
their own unique cultural backgrounds while respecting others.</span></span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-27624008333462658832013-12-23T11:30:00.003-08:002013-12-23T11:30:33.051-08:00Kalidjernih, pendidikan karakter di Indonesia<br />
<div style="margin-bottom: 0in;">
Beberapa butir acuan dalam pengembangan
dan pengamalan kualitas-kualitas utama (pembangunan karakter)</div>
<ul>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
pengembangan kualitas-kualitas
utama melalui pengalaman atau interaksi sosial</div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
penekanan interaksi sosial dalam
pembangunan karakter yang bersifat intersubyektifitas (komunikasi
inter personal)</div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
Intersubyektivitas dikembangkan
dalam bentuk 'situasi' atau 'kasus' (situasi dapat dibuat dalam
bentuk drama (acting-out)</div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
peserta didik diberikan kesempatan
berefleksi dan mengemukakan pendapat melalui situasi yang
dipentaskan</div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
peserta didik dapat diminta
melakukan evaluasi, mana yang menurut mereka merupakan
kualitas-kualitas utama dan mana yang bukan. Sejauh mana
tindakan-tindakan dapat dikategorikan sebagai klaim kekokohan,
kekonsistenan dan kepaduan kualitas utama</div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
peserta didik dapat melakukan
kegiatan pemecahan masalah ketika berefleksi dan mementaskan suatu
situasi</div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
peserta didik didorong untuk aktif
dan kreatif mencari situasi-situasi (dari pengalaman langsung atau
tidak langsung) sebagai materi pelatihan dan pengembangan</div>
</li>
</ul>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
(Kalidjernih, Ph.D, Situasionisme:
Refleksi untuk pendidikan karakter di Indonesia)</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-15699271282547622392013-12-23T11:29:00.000-08:002013-12-23T11:29:01.968-08:00Pendidikan Karakter “Thomas Lickona”<br />
<div align="CENTER" style="font-style: normal; line-height: 200%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><b>Pendidikan Karakter “Thomas
Lickona”</b></span></span></div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 200%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="font-style: normal;"> Perhatian
Lickona terhadap nilai-nilai karakter dan pengembangannya telah
menjadi kajian dalam beberapa tahun terakhir. Lickona berfokus kepada
bagaimana menerapkan nilai-nilai karakter dari hal-hal yang sangat
sederhana yang pada akhirnya akan memberikan dampak yang sangat besar
dimasa yang akan datang bagi setiap individu yang mampu melaksanakan
nilai-nilai karakter itu sendiri dengan baik. Sebagaimana
contoh-contoh sederhana yang dikemukakan oleh Lickona yang memberikan
dampak dan pemahaman yang sangat mendalam mengenai implementasi
nilai-nilai karakter, “</span></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>We
don't want them to lie, cheat on tests, take what's not theirs, call
names, hit each other, or be cruel to animals; we do want them to
tell the truth, play fair, be polite, respect their parents and
teachers, do their schoolwork, ad be kind to others. </i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="font-style: normal;">(1991:
47). Dapat dijelaskan bahwa, dengan mengutamakan nilai kejujuran,
tentu siswa diminta untuk tidak mencontek saat mengerjakan tugas atau
ujian, tidak mengambil barang yang bukan haknya, memanggil dengan
panggilan yang baik, menyayangi teman, dan memperlakukan hewan dengan
baik. Dengan demikian, jelas bahwa kita menginginkan agar peserta
didik kita berkata jujur (tidak bohong), adil, sopan santun,
menghormati orang tua dan guru, mengerjakan tugas sekolah yang
diberikan oleh guru, dan bersikap baik kepada setiap orang.</span></span></span></div>
<div align="JUSTIFY" style="font-style: normal; line-height: 200%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> Karakter menurut Lickona terbagi
atas beberapa bagian yang tercakup di dalamnya. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Lickona di bawah ini:</span></span></div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 0.14in; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.51in;">
<span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>Character so conceived has
three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral
behavior. Good character consists of knowing the good, desiring the
good, and doing the good, habits of the mind, habits of the heart,
and habits of action. All three are necessary for leading a moral
life, all three make up moral maturity. When we think about the kind
of character we want for our children, it's clear that we want them
to be able to judge what is right, care deeply about what is right,
and then do what they believe to be right, even in the face of
pressure from without and temptation from within.</i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="font-style: normal;">
(1991: 51)</span></span></span></div>
<div align="JUSTIFY" style="font-style: normal; line-height: 200%; margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 200%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="font-style: normal;">Berdasarkan
pendapat Lickona di atas dapat dijelaskan bahwa karakter terdiri atas
tiga korelasi antara lain </span></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>moral
knowing</i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="font-style: normal;">,
</span></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>moral
feeling</i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="font-style: normal;">,
dan </span></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>moral
behavior. </i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="font-style: normal;">Karakter
itu sendiri terdiri atas, antara lain: mengetahui hal-hal yang baik,
memiliki keinginan untuk berbuat baik, dan melaksanakan yang baik
tadi berdasarkan atas pemikiran, dan perasaan apakah hal tersebut
baik untuk dilakukan atau tidak, kemudian dikerjakan. Ketiga hal
tersebut dapat memberikan pengarahan atau pengalaman moral hidup yang
baik, dan memberikan kedewasaan dalam bersikap.</span></span></span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-31503722062120441152013-12-23T11:27:00.003-08:002013-12-23T11:27:53.100-08:00Pendidikan dalam Globalisasi<br />
<div align="CENTER" lang="en-US" style="line-height: 200%; margin-bottom: 0in; orphans: 2; widows: 2;">
<span style="color: black;"><span style="font-family: Times New Roman, serif;"><span style="font-size: small;"><b>Pendidikan
dalam Globalisasi</b></span></span></span></div>
<div align="JUSTIFY" lang="en-US" style="line-height: 200%; margin-bottom: 0in; orphans: 2; text-indent: 0.5in; widows: 2;">
<span style="color: black;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><span style="color: black;"><span style="font-family: Times New Roman, serif;"><span style="font-size: small;">Proses
pendidikan dan pembelajaran di dalam kelas saat ini tidak terlepas
dari perkembangan informasi dan teknologi. Setiap pengajar dan
pembelajar dituntut untuk mengikuti kemajuan zaman tersebut.
Herschock (2007) mengatakan bahwa, “</span></span></span><span style="color: black;"><span style="font-family: Times New Roman, serif;"><span style="font-size: small;"><i>A
second characteristics of contemporary globalization processes that
has profound effects on education policies and practices in the
manner in which these processes accelerate the pace of technological,
scientific, social, economic, political, and cultural change</i></span></span></span><span style="color: black;"><span style="font-family: Times New Roman, serif;"><span style="font-size: small;">.”
Neubauer (2007) juga mengatakan bahwa, “</span></span></span><span style="color: black;"><span style="font-family: Times New Roman, serif;"><span style="font-size: small;"><i>Globalization
has wrought transformations of similar scale: in how people live,
work, communicate and engage with each other and the world, and in
how they are educated</i></span></span></span><span style="color: black;"><span style="font-family: Times New Roman, serif;"><span style="font-size: small;">.”
Dengan demikian, berdasarkan pendapat Herschock dan Nuebauer di atas
bahwa perkembangan informasi, teknologi secara global dapat membawa
perubahan secara dinamis diberbagai bidang terutama dibidang
pendidikan.</span></span></span></span></span></span></div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 200%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> Era
globalisasi menuntut setiap orang untuk dapat melakukan dengan apa
yang dinamakan “daya saing.” Ini penting, dengan semakin derasnya
informasi dan teknologi dalam kehidupan globalisasi seperti sekarang
ini, individu harus dapat mengembangkan diri sendiri, komunitas, dan
masyarakat luas, hingga ada dampak positif serta memajukan bangsa dan
negara. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan di bawah ini: </span></span>
</div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 0.14in; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.42in;">
<span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>Globalization has wrought
transformation of similar scale: in how people live, work, identify
and aggregate, communicate and engage locally, nationally,
internationally, globally, and how they are educated. Changes are
taking place in the nature of the state itself, in how states
interact, and in the roles of supra and non state actors in
organizing and affecting human behavior. At the core of contemporary
globalization are transformations in how capital flows throughout the
globe and is linked to production and consumption, in how energy is
harnessed and consumed, in how information and knowledge are created,
transmitted and conserved, how labor is employed and deployed, and
how value is created, distributed, conserved and destroyed. (Hershock
et al, 2007: 29)</i></span></span></div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 0.14in; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.42in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 200%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> Kemudian
</span></span><span style="color: #262626;"><span style="font-size: small;">untuk membangun daya
saing bangsa dan kemandirian sains dan teknologi memerlukan peran
aktif semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha, akademisi, maupun
masyarakat secara umum. Oleh karena itu disinilah pentingnya letak
</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">pembentukan karakter
bagi peserta didik walaupun memiliki kemampuan bersaing, agar tiap
individu khususnya peserta didik untuk tetap beretika, bermoral,
sopan santun dan dapat berinteraksi dan membangun masyarakat agar
kedepan lebih baik.</span></span></div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 200%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> Penting
untuk menanamkan nilai karakter, tetapi hal ini saja tidaklah cukup,
karena dengan melaksanakan nilai-nilai karakter baik dimulai dari
hal-hal yang sederhana sekalipun tentu akan membentuk kepribadian
unggul bagi tiap-tiap individu. Karakter juga tidak bisa dilepaskan
dari nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa. Bagaimana setiap individu melaksanakan ibadah sehari-hari,
melakukan kegiatan-kegiatan amal dan aktivitas positif lain yang
berguna bagi sesama. Karakter erat keterkaitan terhadap pengembangan
perilaku diri sendiri yang baik, kasih sayang sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang nantinya terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.</span></span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-31116866270148387772013-12-23T11:26:00.003-08:002013-12-23T11:26:41.594-08:00Karakter dalam implementasinya<br />
<div align="CENTER" style="font-style: normal; line-height: 200%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;"><span style="font-family: TimesNewRomanPSMT, serif;"><span style="font-size: small;"><b>Karakter
dalam implementasinya</b></span></span></span></div>
<div align="JUSTIFY" style="font-style: normal; line-height: 200%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;"><span style="font-family: TimesNewRomanPSMT, serif;"><span style="font-size: small;">Pendidikan
karakter dan bagaimana cara mengimplementasikannya dalam kehidupan
sehari-hari, selain mengembangkan dan memperkuat potensi pribadi juga
menyaring pengaruh dari luar yang akhirnya dapat membentuk karakter
peserta didik yang dapat mencerminkan budaya bangsa Indonesia. Upaya
pembentukan karakter sesuai dengan budaya bangsa ini tentu tidak
semata-mata hanya dilakukan di sekolah melalui serangkaian kegiatan
belajar mengajar baik melalui mata pelajaran maupun serangkaian
kegiatan pengembangan diri yang dilakukan di kelas dan luar sekolah.
Pembiasaan-pembiasan (habituasi) dalam kehidupan, seperti: religius,
jujur, disiplin, toleran, kerja keras, cinta damai, tanggung-jawab,
dan sebagainya, perlu dimulai dari lingkup terkecil seperti keluarga
sampai dengan cakupan yang lebih luas di masyarakat. Nilai-nilai
tersebut tentunya perlu ditumbuhkembangkan yang pada akhirnya dapat
membentuk pribadi karakter peserta didik yang selanjutnya merupakan
pencerminan hidup suatu bangsa yang besar.</span></span></span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-42614676596216747552013-12-23T11:25:00.004-08:002013-12-23T11:25:34.406-08:00Guru sebagai pendidik dan pemimpin<br />
<div align="CENTER" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;"><b>Guru
sebagai pendidik dan pemimpin</b></span></div>
<div align="CENTER" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;">Banks
(1997: 99) mengemukakan bahwa</span></div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 0.14in; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in;">
<span style="color: black;"><i>Teachers, as well as other educators and
leaders, must play an important role in educating students from
diverse groups to become effective citizens in a democratic society.
To become thoughtful and active citizens, students must experience
democracy in classrooms and in schools. Action speaks much more
cogently than words. Consequently, how teachers respond to
marginalized students in classroom will to a great extent determine
wheter they will experience democracy or oppression in classrooms and
schools.</i></span></div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 0.14in; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; text-indent: 0.5in;">
<span style="color: black;">Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan
bahwa guru sebagai pendidik dan pemimpin di kelas, hendaknya mampu
memegang peranan penting dalam memberikan pengajaran kepada siswa
walaupun mereka datang dari latar belakang yang berbeda untuk
menjadikan mereka sebagai warga negara yang baik dan cerdas dalam
kehidupan masyarakat yang demokratis, dan untuk menjadikan mereka
sebagai siswa yang dapat berperan serta memiliki pemikiran yang
baik.</span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-66520052076492142042013-12-23T11:24:00.003-08:002013-12-23T11:24:32.984-08:00Pendidikan Kewarganegaraan for the future<br />
<div align="CENTER" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">
<b><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">Pendidikan
Kewarganegaraan for the future</span></span></span></b></div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">Pendidikan
kewarganegaraan masa depan membutuhkan suatu paradigma baru sebagai
konsekuensi tuntutan globalisasi dan proses reformasi ke arah </span></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"><i>new
Indonesian civic education.</i></span></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">
Menurut Azra dalam Zuhud (2010) “paradigma baru itu mau tidak
mau, melibatkan reformasi besar yang mencakup perubahan kebijakan
yang lebih terbuka, transparan, dan akuntabel”. Reformasi untuk
membangun paradigma baru ini dimulai dari aspek yang mendasar ,
yaitu reorientasi visi dan misi, revitalisasi fungsi dan peranan,
hingga restrukturisasi isi kurikulum dan materi pembelajaran.
Menurut Setiawan dalam Zuhud (2010) pendidikan kewarganegaraan dengan
paradigma baru mensyaratkan materi pembelajaran yang memuat
komponen-komponen pengetahuan , keterampilan, disposisi kepribadian
dapat bersinergi secara fungsional, bukan hanya dalam tataran
kehidupan berbangsa dan bernegara, melainkan juga dalam masyarakat
di era global. Hal tersebut digambarkan oleh Cogan (1998:13) bahwa
pendidikan kewarganegaraan sebagai: “...</span></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"><i>
the contribution of education to the development of those
characteristics of being a citizen’ and the ‘process of teaching
society’s rules, institutions, and organizations, and the role of
citizens in the well-functioning of society’. </i></span></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">Pendidikan
Kewarganegaraan</span></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"><i>
</i></span></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">digambarkan
sebagai ‘kontribusi pendidikan untuk pengembangan
karakteristik-karakteristik warganegara' dan 'proses tentang aturan
pengajaran masyarakat, institusi, dan organisasi-organisasi, dan
peran warga negara dalam masyarakat yang berfungsi secara baik'.</span></span></span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-78205802298407342892013-12-23T11:23:00.003-08:002013-12-23T11:23:37.482-08:00Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan<br />
<div align="CENTER" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.01in;">
<b><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">Pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan</span></span></b></div>
<div align="CENTER" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.01in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.01in;">
<span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">Kalidjernih (2009:123-124)
mengemukakan</span></span><span style="font-size: small;"> </span><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">bahwa
dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan perlu menekankan pada
dua persoalan yaitu: </span></span><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"><i>pertama</i></span></span><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">
menstimulir peserta didik untuk terus menerus merefleksi tentang
makna dunia sosialnya, mereka perlu didorong untuk melihat bahwa
hubungan antara individu dan masyarakat tidak sekedar dimediasi
oleh norma-norma yang cenderung mengekang atau mendorong kepada
suatu cara tindakan tertentu. Mereka perlu melihat sistem
kemasyarakatan sebagai sumber daya atau pengetahuan yang
memberdayakan yang diperlukan untuk masuk ke dalam interaksi
sosial guna merespons pelbagai keadaan sosial ... </span></span><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"><i>Kedua</i></span></span><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">
Pendidikan kewarganegaraan perlu menekankan kepada anak didik untuk
mempersiapkan diri lebih baik guna merespon terhadap kekuatan
global di Indonesia. Yang perlu ditekankan adalah bahwa generasi muda
kita tidak sekedar melakukan resistensi (</span></span><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID"><i>counter
culture</i></span></span><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">) belaka
tetapi meningkatkan pemahaman mereka terhadap kekuatan–kekuatan
tersebut dan merangkul mereka untuk berkompetisi dan menang di
tingkat global.</span></span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-1375631112879571712013-12-19T00:48:00.005-08:002013-12-19T00:48:47.912-08:00Diskusi yang sehat dan tidak sehat<br />
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;">
<b>Diskusi yang sehat dan
tidak sehat</b></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Proses pembelajaran di kelas seringkali
kita menemukan dan menggunakan metode diskusi. Metode diskusi
sangatlah efektif untuk membuat siswa terlibat secara langsung dalam
proses pembelajaran. Diskusi tentu harus berdasarkan tema yang telah
ditentukan sebelumnya. Dalam berdiskusi ada beberapa hal yang mesti
diperhatikan, apakah diskusi tersebut sehat atau tidak sehat.</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
diskusi yang sehat:</div>
<ul>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
terjadi kompleksitas dalam diskusi
tersebut</div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
diskusi tidak diam di tempat</div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
diskusi mengarah kemana-mana</div>
</li>
</ul>
<div style="margin-bottom: 0in;">
diskusi yang tidak sehat:</div>
<ul>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
hanya diam di tempat</div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
tidak mengarah kemana-mana</div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
menafikan pendapat lain</div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
kehilangan waktu atau peluang
untuk membahas lebih dalam</div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
kesepakatan terlalu cepat diambil
atau di dapat</div>
</li>
</ul>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-49601690215189937992013-12-19T00:25:00.003-08:002013-12-19T00:25:59.334-08:00Teaching and Learning Strategies<br />
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><b>Changes
necessary in teaching and learning strategies</b></span></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: x-small;"><b>The
article was taken from Rosnani Hashim (ITEC 2013, University of
Lampung, Indonesia)</b></span></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: x-small;"><i><b>Institute
of Education, International Islamic University Malaysia</b></i></span></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;">In the past
our learning and teaching strategies were basically concerned on
cognitive understanding and retention of facts or content. At most
we would like our students to be able to apply these facts in solving
some problems in their daily lives, in examinations and in most cases
as foundations for further higher learning. Basically it is the
lower order of the Bloom’s taxonomy i.e. knowledge, understanding
and application. It rarely attempts to do much analysis, evaluation
and synthesis which are the higher order of the Bloom’s taxonomy
that are crucial for critical and creative thinking, for proper
judgement and good decision making. This are only provided at the
end of high school or in the university. This was alright for a
system of education that desires to sort out students based on grades
to fit into the available occupational positions. Moreover the
system was elitist then and meant to choose the best brains.</span></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;">But today
with technological changes and innovation, where information is
accessible to all and the world grows more competitive, leading to a
different kind of worker i.e the knowledge worker, the focus on
education is not only on the products or the contents but more
importantly on the process or the skills necessary to enable the
formulation of a solution. </span><span style="font-size: small;">As educators, we need
to adapt our lesson presentations to these digitally “programmed”
students. There is little hope that these digital natives will “power
down” their minds to become more engaged with traditional learning
styles (Pensky, 2001).</span></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;">It is
interesting how the changes of the present era was envisaged as early
as 1916 when Dewey published his seminal work "Democracy and
Education", which acknowledged that learners should become
active participants in the educational process. The idea is that in
learning from their own experience, students become, in a sense,
their own teachers. The changed role of the learner has, in turn,
implications for that of the teacher. Instead of the source of
knowledge, teachers become facilitators of the learning process; that
is, their role is to create the set of conditions under which
students can best learn from their experiences. Moreover, teachers
can fulfill this role only by becoming learners themselves, and a
primary source of their learning must be their students. In a
nutshell, teachers who learn become better teachers, and learners who
teach become better learners. Although this idea seems
straightforward enough, educators have been very slow to put it into
practice. However, the rapid technological changes of the last few
decades may well provide the catalyst that finally brings about these
needed reforms in the field of education (Florin, L.& S. Sugioka,
2007).</span></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;">Teaching and
learning strategies today have to foster communication skills which
in this century would mean proficiency in the English language,
critical and creative thinking skills, and inter-personal and
collaborative skills. The issue is how to foster these skills
through teaching and learning. Good communication skills require the
students to speak up and not just to listen and digest all that the
lecturer informs them. Thus, a lecture is not suitable all the
times. There ought to be discussion where students can express their
ideas and also their views – however sloppy it might seems at
first. The conversation should also be between students and students
and not only between teacher and students. Only when the proper
language is used will it be alive. Discussion can also be taken up
into small group.</span></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;">To foster
critical thinking skills, students ought to be trained to reason well
and be analytical. They must be able to give reasons for their
belief. They must be able to provide evidence for their argument,
give examples to illustrate, identify fallacies in reasoning, to
think logically, through induction or deduction and to recognize
valid and sound arguments. This can be done through analytical
written exercises or in classroom discussion. To foster creative
thinking, students have to be taught to sometimes think outside of
the box or to be imaginative. </span>
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;">To foster
collaborative skills and work as a team, students need to be
encouraged to do some form of group or project work where each member
is given a task to be worthy. </span>
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-25627856735584641602013-12-16T19:34:00.001-08:002013-12-16T19:34:07.817-08:00Pengalaman Kehidupan Siswa<br />
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Chalkboard, sans-serif;"><b>Pentingnya
Pengalaman Kehidupan Siswa dalam Kehidupan Global</b></span></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Chalkboard, sans-serif;">Menerapkan
proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan membutuhkan kinerja
profesional guru secara utuh dengan tujuan agar siswa dapat memahami
secara riil apa yang terdapat dalam konten materi yang disampaikan.
Apakah cukup hanya dengan metode ceramah dan diskusi saja di kelas
dalam pembelajarannya? Tentu saja hal-hal ini tidaklah cukup. Perlu
upaya lebih nyata dari para guru untuk lebih mendekatkan diri siswa
kepada kehidupan nyata yang terjadi di lingkungan dimanapun siswa
tersebut berada. Dengan melihat secara langsung aktivitas kehidupan
individu dan masyarakat dan siswa juga dilibatkan pada studi-studi
kasus yang terjadi, maka siswa akan lebih paham dan mengerti mengenai
apa yang sesungguhnya terdapat di lingkungan tempat tinggalnya.
Kemudian, semakin bertambahnya pengalaman yang didapat oleh siswa,
maka semakin terlatih pula siswa untuk dapat mencarikan solusi
alternatif mengenai permasalahan sosial yang terjadi di sekitar diri
siswa. Pengalaman ini penting bagi diri siswa untuk dapat hidup dalam
kehidupan yang semakin modern seperti saat ini. Karena era
globalisasi sekarang, lebih menuntut individu untuk lebih cerdas,
kreatif, cepat, dan tanggap dalam mengantisipasi aspek-aspek
kehidupan kapanpun dan dimanapun.</span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-27620234185356787042013-12-16T19:14:00.000-08:002013-12-16T19:14:00.784-08:00Aksioma Penjaminan Mutu<br />
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;">
<b>Aksioma Penjaminan Mutu</b></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Mutu bukan tujuan, tapi
sebuah perjalanan. Dan untuk mengejar mutu, perlu relevansi dan
efektifitas. Mutu adalah sebuah sistem. Apabila aksioma penjaminan
mutu tidak digunakan, maka tidak ada pergerakan akan penjaminan mutu
itu sendiri. Berikan kesempatan kepada siapapun yang berada di bawah
standar untuk berupaya kepada standar, berikan berapa jangka waktu
yang dibutuhkan oleh mereka yang dibawah standar untuk sesuai
standar. Dan apa yang dilakukan pun harus jelas berdasarkan standar
yang ada. Tidak ada kompromi terhadap mutu, dengan demikian mutu
harus sesuai dengan standar. Apabila belum berhasil, maka berikan
waktu untuk penjaminan mutunya. Sekolah harus benar-benar serius
dalam memperbaiki kinerja dan proses pembelajaran yang bagus dan
tepat bagi anak-anak didik, sehingga anak-anak didik yang dihasilkan
adalah betul-betul individu yang sesuai dengan apa yang diinginkan
oleh standar kompetensi lulusan, siswa yang berkualitas, siswa yang
terlatih, siswa yang sehat jasmani dan rohani, dan siswa yang cerdas.
Oleh karena itu, instrumen harus tepat. Dan penjaminan mutu menjadi
kunci untuk perbaikan pendidikan di Indonesia saat ini dan di masa
mendatang.</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-18439228050968922592013-12-16T19:08:00.000-08:002013-12-16T19:08:00.961-08:00Membangun Kreatifitas Guru<br />
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;">
<b>Mari Membangun
Kreatifitas Guru Untuk Membangkitkan Semangat dan Minat Belajar Siswa</b></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Kreatifitas guru dalam
menciptakan proses pembelajaran yang menarik (kreatif dan inovatif)
sangatlah penting. Semakin besar semangat dan minat siswa dalam
belajar, maka akan semakin baik proses pembelajaran itu. Dengan
demikian hasil lulusan adalah yang terbaik, karena keterlibatan diri
siswa pada proses pembelajaran yang akan menambah pengetahuan,
pengalaman, dan keberanian diri untuk menjadi lebih baik.</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Kurikulum 2013:</div>
<ul>
<li><div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
rekonstruksi
kompetensi</div>
</li>
<li><div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
reformasi penilaian</div>
</li>
<li><div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
revolusi proses</div>
</li>
<li><div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
reposisi materi</div>
</li>
</ul>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-11477250870241129372013-12-16T19:06:00.002-08:002013-12-16T19:06:25.384-08:00Murid Perlu Keteladanan dari Guru<br />
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;">
<b>Murid Perlu Keteladanan
dari Guru</b></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Guru harus mampu menjadi
teladan bagi siswanya. Penting bagi siswa agar guru menghadirkan
sosok keteladanan dihadapan mereka. Guru harus bisa menyampaikan
keteladanan itu dalam kehidupan sehari-hari. Apabila ada pertanyaan:
Ada berapa jumlah guru yang memiliki keteladanan saat ini di
Indonesia?</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-68736139263083426202013-11-29T15:19:00.002-08:002013-11-29T15:19:32.481-08:00ITEC 2013 - Teaching and Learning Strategies<br />
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><b>Changes
necessary in teaching and learning strategies</b></span></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="font-size: x-small;">The
article was taken from Rosnani Hashim (ITEC 2013, University of
Lampung, Indonesia)</span></b></span></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: x-small;"><i><b>Institute
of Education, International Islamic University Malaysia</b></i></span></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;">In the past
our learning and teaching strategies were basically concerned on
cognitive understanding and retention of facts or content. At most
we would like our students to be able to apply these facts in solving
some problems in their daily lives, in examinations and in most cases
as foundations for further higher learning. Basically it is the
lower order of the Bloom’s taxonomy i.e. knowledge, understanding
and application. It rarely attempts to do much analysis, evaluation
and synthesis which are the higher order of the Bloom’s taxonomy
that are crucial for critical and creative thinking, for proper
judgement and good decision making. This are only provided at the
end of high school or in the university. This was alright for a
system of education that desires to sort out students based on grades
to fit into the available occupational positions. Moreover the
system was elitist then and meant to choose the best brains.</span></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;">But today
with technological changes and innovation, where information is
accessible to all and the world grows more competitive, leading to a
different kind of worker i.e the knowledge worker, the focus on
education is not only on the products or the contents but more
importantly on the process or the skills necessary to enable the
formulation of a solution. As educators, we need to adapt our lesson
presentations to these digitally “programmed” students. There is
little hope that these digital natives will “power down” their
minds to become more engaged with traditional learning styles
(Pensky, 2001).</span></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;">It is
interesting how the changes of the present era was envisaged as early
as 1916 when Dewey published his seminal work "Democracy and
Education", which acknowledged that learners should become
active participants in the educational process. The idea is that in
learning from their own experience, students become, in a sense,
their own teachers. The changed role of the learner has, in turn,
implications for that of the teacher. Instead of the source of
knowledge, teachers become facilitators of the learning process; that
is, their role is to create the set of conditions under which
students can best learn from their experiences. Moreover, teachers
can fulfill this role only by becoming learners themselves, and a
primary source of their learning must be their students. In a
nutshell, teachers who learn become better teachers, and learners who
teach become better learners. Although this idea seems
straightforward enough, educators have been very slow to put it into
practice. However, the rapid technological changes of the last few
decades may well provide the catalyst that finally brings about these
needed reforms in the field of education (Florin, L.& S. Sugioka,
2007).</span></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;">Teaching and
learning strategies today have to foster communication skills which
in this century would mean proficiency in the English language,
critical and creative thinking skills, and inter-personal and
collaborative skills. The issue is how to foster these skills
through teaching and learning. Good communication skills require the
students to speak up and not just to listen and digest all that the
lecturer informs them. Thus, a lecture is not suitable all the
times. There ought to be discussion where students can express their
ideas and also their views – however sloppy it might seems at
first. The conversation should also be between students and students
and not only between teacher and students. Only when the proper
language is used will it be alive. Discussion can also be taken up
into small group.</span></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;">To foster
critical thinking skills, students ought to be trained to reason well
and be analytical. They must be able to give reasons for their
belief. They must be able to provide evidence for their argument,
give examples to illustrate, identify fallacies in reasoning, to
think logically, through induction or deduction and to recognize
valid and sound arguments. This can be done through analytical
written exercises or in classroom discussion. To foster creative
thinking, students have to be taught to sometimes think outside of
the box or to be imaginative. </span>
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-size: small;">To foster
collaborative skills and work as a team, students need to be
encouraged to do some form of group or project work where each member
is given a task to be worthy. </span>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-90981664034831043322013-11-28T05:14:00.006-08:002013-11-28T05:14:54.540-08:00The great learning<br />
<div style="margin-bottom: 0in;">
<b>The Great Learning</b></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
“If there is righteousness in the
heart,</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
there will be beauty in the character,</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
If there is beauty in the character,</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
there will be harmony in the home,</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
If there is harmony in the home,</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
there will be order in the nation,</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
If there is order in the nation,</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
there will be peace in the world”</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
(The Great Learning dalam Phillips,
2000: 11)</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-75641573138987787242013-11-28T05:14:00.002-08:002013-11-28T05:14:04.790-08:00Terbentuknya karakter manusia<br />
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<b>Terbentuknya Karakter
Manusia</b></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Terbentuknya karakter
manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu nature (faktor alami atau
fitrah) dan nurture (melalui sosialisasi dan pendidikan). Faktor
lingkungan yaitu usaha memberikan pendidikan dan sosialisasi dapat
menentukan “hasil” seperti apa nanti yang dihasilkannya dari
seorang anak. Jadi karakter seseorang dapat dibentuk dari pengasuhan,
pendidikan, dan sosialisasi positif dari lingkungannya. Setiap
individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity)
dan karakteristik dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor
biologis maupun faktor sosial psikologis. Setiap individu tentunya
memiliki karakter yang berbeda-beda. Perbedaan karakter individu
tersebut disebabkan oleh banyak hal, seperti lingkungan, biologis
individu, pola asuh, budaya, dan lain sebagainya. Nurture dan nature
merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan
karakteristik individu dalam hal fisik, mental, emosional pada setiap
tingkat perkembangan.
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Karakter terbentuk dengan
dipengaruhi oleh paling sedikit 5 faktor, yaitu temperamen dasar kita
(domain, intim, stabil, cermat), keyakinan (apa yang kita percayai,
paradigma), pendidikan (apa yang kita ketahui, wawasan kita),
motivasi hidup (apa yang kita rasakan, semangat hidup), dan
perjalanan (apa yang telah kita alami, masa lalu kita, pola asuh dan
lingkungan).</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Helen Keller (1904)
mengungkapkan <i>”Character cannot be develop in ease and quite.
Only through experience of trial and sufferingcan the soul be
strengthened, vision cleared, ambition inspired, and success
achieved.”</i></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Sehingga dengan karakter
yang telah dibangun dengan kokoh, bisa menjadikan seseorang individu
tidak mudah dikuasai oleh seseorang ataupun kondisi tertentu. Apabila
orang-orang yang dikenal cerdas dan berpengetahuan tidak menunjukkan
karakter (terpuji), maka tiak diragukan lagi bahwa dunia akan menjadi
lebih semakin buruk. Dengan kata lain ungkapan <i>knowledge is power</i>
akan menjadi lebih sempurna jika ditambahkan menjadi <i>knowledge is
power, but character is more.</i></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="font-style: normal; margin-bottom: 0in;">
Karakter
tidak hanya dimiliki oleh seseorang individu, namun suatu komunitas
atau kelompok pun memiliki karakter kelompok yang diperoleh melalui
proses yang berkelanjutan. Karakter merupakan unsur individu yang dan
lahir dari pemikiran individu. Namun pemikiran individu dapat
dipadukan dengan individu yang lain menghasilkan suatu ide baru,
menghasilkan suatu karakter baru, yang dapat disebut sebagai
identitas kelompok, karakter kelompok. Karakter kelompok pada
dasarnya dibentuk dari berbagai karakter individu di dalamnya melalui
proses kesepakatan visi dan misi yang telah dihayati bersama.</div>
<div align="JUSTIFY" style="font-style: normal; margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="font-style: normal; margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="font-style: normal; margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="font-style: normal; margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div align="JUSTIFY" style="font-style: normal; margin-bottom: 0in;">
(Artikel
diambil dari tulisan Dr. Ir. Mubiar Purwasasmita pada prosiding
seminar berjudul Memaknai konsep alam cerdas dan kearifan nilai
budaya lokal (cekungan Bandung, tatarsunda, nusantara, dan dunia)
peran local genius dalam pendidikan karakter bangsa, Universitas
Pendidikan Indonesia, 2010)</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-90738734744920600122013-11-28T05:11:00.003-08:002013-11-29T15:25:28.826-08:00Ayo... Berwisata ke Provinsi Lampung <br />
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;"><b>Ayo...
Berwisata ke Provinsi Lampung</b></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Comic Sans MS', sans-serif;"><b>By: Mohammad Mona Adha</b></span></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Banyak
tempat-tempat yang menjadi pilihan bagi anda untuk berlibur atau
berekreasi bersama teman-teman anda atau keluarga. Salah satunya yang
bisa menjadi referensi anda untuk berlibur kali ini adalah berwisata
ke Provinsi Bandar Lampung. Untuk anda yang ingin berwisata ke
Provinsi Lampung sangatlah mudah. Untuk mencapainya, anda dapat
menempuh melalui jalur darat atau udara. </span>
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Dengan
perjalanan darat akan menempuh waktu kurang lebih 8 jam dari Kota
Jakarta. Melalui darat, di tengah perjalanan, anda akan dihubungkan
dengan transportasi laut yaitu dengan kapal fery. Dimana anda akan
terhubung melalui Pelabuhan Merak (Banten) dan Pelabuhan Bakauheni
(Lampung). Dari Jakarta menuju Pelabuhan Merak anda dapat langsung
mengakses tol Jakarta Merak, tetapi beda halnya setelah anda sampai
di Pelabuhan Bakauheni (Lampung), dijalur ini belum tersedia jalan
tol. Waktu tempuh dari Pelabuhan Bakauheni menuju pusat kota kurang
lebih dapat ditempuh selama 2 jam saja.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Bagi
anda yang sedang berlibur atau berkunjung ke Provinsi Bandar Lampung
tepatnya di Pulau Sumatera Indonesia. Jangan melewatkan objek-objek
wisata yang ada di Provinsi Lampung.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Berikut
ini objek-objek wisata yang bisa anda datangi di Provinsi Lampung:</span></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<ol>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Wisata
pantai Teluk Kiluan (lumba-lumba)</span></div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Pantai
Pasir Putih</span></div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Pantai
Slaki</span></div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Pantai
Mutun</span></div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Pantai
Kelapa Rapat</span></div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Pantai
Duta Wisata</span></div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Pantai
Tirtayasa</span></div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Pantai
Puri Gading</span></div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Museum
Lampung</span></div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Kalianda
Resort</span></div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Gunung
Anak Krakatau</span></div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Festival
Krakatau (acara tahunan)</span></div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Pusat
Pelatihan Gajah Way Kambas</span></div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Air
terjun Way Lalaan</span></div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Pantai
Tanjung Setia</span></div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Danau
Ranau</span></div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Gunung
Tanggamus</span></div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Sentra
keripik pisang</span></div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Situs
Pugung Raharjo</span></div>
</li>
<li><div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: Comic Sans MS, sans-serif;">Pasar
Seni Enggal Bandar Lampung</span></div>
</li>
</ol>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-62639148908053740762013-11-28T05:10:00.005-08:002013-11-29T15:25:43.385-08:00Memahami pendidikan kewarganegaraan<br />
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;">
<b>Memahami Pendidikan
kewarganegaraan</b></div>
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;">
<b>By: Mohammad Mona Adha</b></div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Pendidikan
kewarganegaraan memegang peranan yang cukup penting untuk memberikan
arahan dan pemahaman kepada warga negara agar dapat bertindak dan
berperilaku yang baik kapanpun dan dimanapun mereka berada. Sebagai
warga negara yang mengerti akan keberadaan diri pribadi mereka,
diharapkan mereka mampu untuk memposisikan diri mereka sebagai
individu yang terbaik dalam kehidupannya sehari-hari. Pendidikan
kewarganegaraan pula memberikan pemahaman kepada setiap warga negara
agar dapat berbuat yang positif untuk orang banyak. Dalam artian,
setiap individu agar mampu melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat
memberikan manfaat bagi orang-orang yang terlibat didalam aktivitas
tersebut dan juga bermanfaat bagi mereka yang tidak terlibat secara
langsung. Dengan melakukan kegiatan-kegiatan atau program-program
yang nyata dan bermanfaat akan memberikan kontribusi yang signifikan
untuk perkembangan dan pembangunan diri warga negara itu sendiri.
Dengan hanya terinspirasi oleh kegiatan-kegiatan yang bermanfaat
tadi, paling tidak terbentuk adanya warga negara yang baik dan
sekaligus berpotensi baik bagi dirinya sendiri dan untuk kemajuan
bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai.</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Pendidikan
kewarganegaraan juga memberikan arti penting untuk menjaga hubungan
antar personal, personal dengan kelompok, dan kelompok dengan
kelompok. Sehingga dengan demikian hubungan baik dan kekuatan
hubungan itu sendiri dapat berjalan sesuai dengan yang kita harapkan,
kemudian yang pada akhirnya menciptakan keharmonisan, kerukunan,
persahabatan, kasih sayang antar sesama, kebaikan, dan kebersamaan.</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in;">
Satu hal lagi yang perlu
dicermati adalah bahwa pendidikan kewarganegaraan tidaklah terbatas
oleh dinding-dinding kelas semata. Tetapi pendidikan kewarganegaraan
lebih luas cakupannya saat ini seiring dengan era globalisasi.
Sehingga skala pendidikan kewarganegaraan dapat digolongkan dalam
skala lokal, skala nasional, dan skala global atau internasional.
Perlu kiranya hal ini dipahami oleh setiap orang bahwa apa yang
menjadi kajian dalam pendidikan kewarganegaraan tidaklah hanya
terbatas oleh text book saja, tidak terbatas pada tulisan-tulisan
saja, tetapi apa yang menjadi perbincangan, sendi-sendi kehidupan,
segala aspek yang ada dalam masyarakat merupakan cakupan atau bahasan
dari pendidikan kewarganegaraan baik itu yang bersifat lokal,
nasional, dan internasional.</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1826243676178085444.post-60721724047104025552013-11-28T05:08:00.003-08:002013-11-28T05:08:22.580-08:008 Kebiasaan Menurut Covey <br />
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;">
<b>8 Kebiasaan Menurut
Covey </b>
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Delapan kebiasaan yang ditawarkan Covey
untuk mengembangkan karakter yakni:</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<br />
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-weight: normal;">Habit-1</span>:
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Vision atau bersikap proaktif
(<i>Principles of Personal</i>)</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-weight: normal;">Habit-2</span>:
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Memulai dengan akhir dalam pikiran
(<i>Principles of Personal Leadership</i>)</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
<span style="font-weight: normal;">Habit-3</span>:
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Mendahulukan yang utama (<i>Principles
of Personal Management</i>)</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Habit-4:
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Berpikir menang-menang (<i>Principles
of Interpersonal Leadership</i>)</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Habit-5:
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Berusaha mengerti terlebih dahulu
(<i>pathos</i>) sebelum dimengerti (<i>logos</i>) (<i>Principles of
Empathetic Communication</i>)</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Habit-6:
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Mewujudkan sinergi (<i>Principles of
Creative Communication</i>)</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Habit-7:
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Kebiasaan pembaruan diri (<i>Principles
of Balanced Self-Renewal</i>)</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Habit-8:
</div>
<div style="margin-bottom: 0in;">
Menggali dan menemukan potensi diri
serta memberikan inspirasi kepada orang lain untuk menemukan
potensinya </div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/16861995318735530875noreply@blogger.com0