Book Report Assignment.
Buku Hak Asasi Manusia (Dalam Hukum Nasional dan Internasional).
BAB
I
PENDAHULUAN
Eksistensi hak asasi
manusia (HAM) dan keadilan merupakan ramuan dasar dalam membangun
komunitas bangsa manusia yang memiliki kohesi sosial yang kuat.
Betapapun banyak ragam ras, etnis, agama, dan keyakinan politik, akan
dapat hidup
harmonis
dalam suatu komunitas anak manusia, jika ada sikap penghargaan
terhadap nilai-nilai HAM dan keadilan.
Eksistensi
HAM berbanding lurus dengan keberadaan bangsa manusia sesuai dengan
jangkauan pemikiran dan perkembangan lingkungannya. Untuk itu, setiap
kejahatan HAM harus diadili karena kejahatan HAM telah, sedang, dan
akan selalu menjadi awan
gelap
dalam perjalanan peradaban bangsa.
Penegakan HAM dan
keadilan merupakan tiang utama dari tegaknya bangunan peradaban
bangsa, sehingga bagi negara yang tidak menegakkan HAM dan keadilan
akan menanggung konsekuensi logis yaitu teralienasi dari komunitas
bangsa beradab dunia Internasional. Lebih dari itu, biasanya harus
menanggung sanksi politis atau ekonomis sesuai dengan respon negara
yang menilainya. Hal
ini menunjukkan bahwa nilai kemanusiaan bersifat universal, apalagi
era globalisasi dewasa ini.
Oleh karena itu untuk menambah pengetahuan
mengenai Hak Asasi Manusia (HAM), maka penulis tertarik untuk
mengkaji buku Hak Asasi Manusia (Dalam Hukum Nasional dan
Internasional), dalam bentuk laporan buku (book
report). Berikut ini data
lengkap buku:
Judul Buku : Hak Asasi Manusia (Dalam Hukum
Nasional dan
Internasional)
Penulis : Prof. H. A.Mansyur Effendi,
S.H., M.S.
Penerbit : Ghalia Indonesia
Tahun Terbit : 1993
BAB
II
ISI
BUKU
- Dimensi Hukum Alam dan Hak Asasi Manusia
Hukum alam, menurut Marcus G. Singer
merupakan satu konsep dari prnsip-prinsip umum moral sistem keadilan,
dan berlaku untuk seluruh umat manusia dan umumnya diakui/diyakini
oleh umat manusia sendiri. Oleh karena itu, hukum alam berbeda dan
mempunyai ukuran yang lain dari hukum positif yang berlak pada suatu
masyarakat.
Persoalan antara justice/gerecht/adil,
dengan truth/rectig/benar dalam hukum (law, recht) akan dibicarakan
sepanjang masa, karena hal ini menyangkut hakikat kemanusiaan dan
hakikat manusia sendiri dalam masyarakat. Seperti diketahui,
Aristoteles menganggap hukum alam merupakan produk rasio manusia
semata-mata demi terciptanya keadilan abadi, sehingga keadilan
menurut Aristoteles mempunyai dua makna:
- Adil dalam undang-undang bersifat temporer/berubah-ubah sesuai dengan waktu dan tempat, sehingga sifatnya tidak tetap dan keadilannya pun tidak tetap.
- Adil menurut alam berlaku umum, sah dan abadi, sehingga terlepas dari kehendak manusia, kadang-kadang bertentangan dengan kehendak manusia sendiri.
Keadilan alam merupakan himpunan
norma-norma hukum alam dan memuat prinsip-prinsip umum yang bersumber
pada alam budi manusia. Warga Negara Yunani kuno telah memiliki hak
yang disebut isogaria
(hak bicara) dan isonomia
(persamaan di muka hukum). Hukum alam (natural law) salah satu
muatannya adanya hak-hak pemberian dari alam (natural rights), karena
dalam hukum alam ada system keadilan yang berlaku universal. Adanya
hak pada hukum alam memberikan indikasi dan buktibahwa hukum alam
memihak kepada kemanusiaan. Lepas dari perdebatan hubungan antara
hak, kewajiban dan tanggung jawab dalam diri hukum itu sendiri yang
masih terus berlangsung. Satu hal yang pasti, hak mempunyai
kedudukan/derajat utama dan pertama dalam konteks hukum dan hak asasi
manusia.
Dalam rangka tercapainya keharmonisan
hubungan anggota masyarakat, hubungan antara hak, kewajiban, dan
tanggung jawab secara proporsional akan mewujudkan hubungan ideal
antaranggota masyarakat. Selama ini, hak asasi manusia sering disebut
hak kodrat,hak dasar manusia, hak mutlak, atau dalam bahasa Inggris
disebut natural rights, human
rights, dan fundamental rights. Sedangkan
dalam bahasa Belanda dikenal Grond
Rechten, Mensen Rechten, Rechten van den mens.
Istilah-istilah tersebut menunjuk kepada pengakuan adanya hak
manusia. Dalam kehidupan manusiaa bermasyarakat lebih lanjut
bergandeng tangan dengan kewajiban asasi dan tanggung jawab asasi.
Hak dalam dirinya ada suatu wewenang/tuntutan (claim), karena
merupakan wewenangnya, sehingga tuntutan tersebut bagian integral
dari hak itu sendiri. Artinya, manakala hak-hak kemanusiaan
diinjak-injak, dikesampingkan, disepelekan, dilecehkan, dilanggar
sampai dihapus atau dibuang akan timbul tuntutan pemulihannya.
- Hak Asasi Manusia Dengan Negara Hukum
Hak asasi manusia dengan negara hukum tidak
dapat dipisahkan, justru berpikir secara hukum berkaitan dengan ide
bagaimana keadilan dan ketertiban terwujud. Dengan demikian,
pengakuan dan pengukuhan negara hukum salah satu tujuannya melindungi
hak asasi manusia, berarti hak dan sekaligus kebebasan perseorangan
diakui, dihormati dan dijunjung tinggi. Sebagaimana diketahui proses
perjuangan menuju negara hukum cukup panjang, dari negara absolut
pada zaman kuno, abad pertengahan (500-1500 M) yang diwarnai konflik
berkepanjangan antara Paus dengan kerajaan. Sampai tumbuhnya
nasionalisme lewat perdamaian West Phalia yang menandai zama baru di
Eropa (1500-1789), sifat absolutisme beberapa negara-negara nasional
tetap dominan. Hal ini menunjukkan perjuangan dan ide negara hukum,
sebagaimana didambakan para filosof, belum berhasil. Masa-masa
tersebut merupakan maa perang pena dan perang ide dari beberapa
penulis abad pertengahan/abad baru.
Beberapa pemikir, pendukung negara hukum
dan hak asasi, antara lain John Locke (1632-1704) yang mempertahankan
teori atau aliran perjanjian masyarakat dalam rangka menghormati dan
melindungi hak individu, ia berpendapat bahwa indvidu memiliki
hak-hak kodrati/asali, antara lain hak hidup, hak kebebasan, hak
milik. Dengan demikian, peranan/posisi raja dan pemerintah harus
melindungi hak-hak tersebut dan tidak boleh melanggarnya.
Seterusnya Montesquieau (1689-1755),
pendukung kebebasan warga negara mengemukakan pandangannya tentang
pembagian pemerintah ke dalam tiga kekuasaan terpisah yaitu kekuasaan
legislative, eksekutif, dan yudikatif. Pemisahan tersebut yang
dikenal dengan Trias Politica memisahkan mekanisme, jalan, hubungan
antaraparat pemerintahan secara tegas akan menciptakan system
pemerintahan yang baik. Hal ini dimungkinkan karena adanya badan lain
yang mengawasi atau melakukan kontrol. Ketiga badan yang mempunyai
kedudukan sama dengan wewenang yang berbeda, maka eksekutif sekedar
menjalankan perintah undang-undang. Dengan demikian, kemungkinan
bertindak sewenang-wenang (tyranik) menjadi kecil. Asas le
separation des pouvoirs akan
menjamin kebebasan politik warga negaranya.
- Upaya PBB Dalam Menegakkan Hak Asasi Manusia
Piagam PBB yang disepakati/ditandatangani
oleh 50 negara di San Fransisco tanggal 26 Juni 1945 merupakan
hasilperjuangan yang cukup panjang. Lewat pengalaman yang lalu, baik
oleh para negarawan dunia yang terus menerus melakukan
pertemuan/perundingan untuk memperkecil perbedaan-perbedaan yang ada,
juga organisasi non pemerintah (swasta) misalnya League of Nations
Union (London) dan Commission to study the Organization of Peace ikut
member kontribusi pemikiran dalam rangka penyusunan Piagam PBB
tersebut.
Masyarakat internasional menjadi dewasa
karena pengalaman, khususnya setelah Perang Dunia I, sehingga
Presiden Woodrow Wilson (Amerika Serikat) mengambil inisiatif
mengorganisasikan pemikiran-pemikiran lama yang sudah ada untuk
membantu terciptanya keamanan, perdamaian dan kesejahteraan manusia.
Lewat Liga Bangsa- Bangsa (League of Nations) pemikiran tersebut
dijalankan, namun Liga Bangsa-Bangsa itu sendiri gagal akibat “…the
rise in popularity of anti democratic and nationalistic doctrines,
and the unwillingness of peace-loving peoples to assume necessary
responsibility for the maintenance of peace resulted in the
disintegration and collapse of the League System”
(Leland M. Goodrich, et al, 1946: 4).
Upaya untuk menciptakan perdamaian dunia
diupayakan beberapa perjanjian/persetujuan diadakan. Beberapa
perjanjian penting, antara lain perjanjian yang berisi gagasan
menyusun satu organisasi internasional terus-menerus diadakan,
terutama kesepakatan tentang Piagam PBB, bermula dari pertemuan
Roosevelt dan Churchill di New Foundland Bank di atas kapal USS
Agustav dan Price of Walles.
Dengan demikian, langkah-langkah anggota
PBB untuk mengkaji Hak Asasi Manusia dalam arti memperkuat posisi Hak
Asasi Manusia sangat penting, cara ini menghindari “konfrontasi”
dengan kedaulatan yang dimiliki setiap negara merdeka di dalam
mengatur dan menyelenggarakan tujuan bernegara. Proklamasi Hak Asasi
Manusia PBB 1948 yang disetujui oleh anggota PBB dalam Sidang Umum
tanggal 10 Desember 1948, hanya 8 negara abstain yaitu Uni Soviet,
Ukraina, Byelorusia, Cheko-Slowakia, Polandia, Yugoslavia dan Saudi
Arabia dan tidak ada satu negarapun yang menolak. Menurut Harry S.
Truman “…we have good reason to expect the framing of an
international life as one own bill of rights is part of one
Constitution,” sedangkan Mrs. Eleonar Roosevelt (janda Presiden
Amerika Serikat), menyatakan “… Declaration would be “the Magna
Charta” of all mankind.”
Di dalam penyusunan deklarasi tersebut,
yang sejak awal diwarnai adanya polarisasi pemikiran antara hak asasi
manusia dengan kedaulatan, kebebasan individu dengan kepentingan
umum, kreativitas dengan keamanan dan lain-lain, sehingga dibutuhkan
kearifan pemerintah dan kesepakatan bersama. Timbul
pertentangan/perdebatan lebih lanjut berkaitan pula dengan
kepentingan ekonomi, sosial, keamanan, stabilitas negara dan
lain-lain.
Kalau diperhatikan, mukadimah Piagam PBB
beserta tujuannya, para penyusun Piagam PBB menitikberatkan kepada
pendekatan sejarah, artinya berdasarkan pengalaman dua perang besar,
cukup mengakibatkan kesengsaraan umat manusia tanpa batas, sehingga
perlu dibentuk satu organisasi internasional yang menghormati HAM.
Segi-segi keamanan dalam arti menempatkan HAM sebagai salah satu
anugerah Tuhan tidak disentuh dan disinggung secara langsung. Hal ini
merupakan satu kelemahan dilihat dari manusia beragama. Karena itu
“celah” tersebut perlu diangkat, diisi dan ditempatkan dalam
posisi yang tepat dengan harapan ada dampak positif dalam kehidupan
bernegara antarbangsa, khususnya dalam rangka menegakkan HAM.
Pertentangan-pertentangan tersebut
diselesaikan dengan penyusunan dua Kovenant, masing-masing mengatur
tentang hak politik dan hak-hak sipil, kedua hak ekonomi, sosial, dan
kultural. Ratifikasi diserahkan kepada masing-masing negara.
Dengan demikian,bicara tentang Hak Asasi
Manusia menurut konsep dasar Hak Asasi Manusia PBB bertumpu pada
“…don’t speak merely of biological needs when we talk about
human rights. We mean we talk about conditions of life which allow us
fully to develop and use our human qualities of intelegence and
consciences and to satisfy our spiritual needs” (Un: OPI
1491-0533-June 1973). Karena itu pada garis besarnya aspek
perlindungan individu, tidak saja aspek ekonomi, tetapi juga malah
yang penting adalah aspek spiritual atau mental
- Perkembangan Hak Asasi Manusia di Kawasan Asia
Negara-negara Asia belum mempunyai Piagam
hak Asasi Manusia, sebagaimana dimiliki negara-negara Eropa, Amerika
maupun Afrika. Hal ini disebabkan karena, kuat dan mendalamnya
tradisi dan agama-agama besar di kebanyakan negara-negara Asia.
Pengaruh tradisi dan agama pada sebagian besar negara-negara Asia
mewarnai pola pikir atau pola tindak dan sikap sebagian besar
negara-negara di Asia.
Sejauh mana pengaruh tradisi dan agama
tersebut terhadap Negara-negara di Asia, kiranya perlu diketahui
beberapa ide yang ada atau hidup di antara Negara Asia, antara lain
pandangan atau filsafat Konfusius tentang hubungan antarmanusia dapat
digambarkan sebagai berikut:
The fundamental duties stressed in
Confucionism involved close and unchangeable relations: (1) Mutual
relation of the emperors and people, (2) Of father and children, (3)
Of an elder and younger brother, (4) Of husband and wife, (5) Of
friend and friend … it may be said that the relationship to be
maintained between superior and interior are of a highly moral
character in oriented society … (Masani Ito, 1985: 32)
Dari keadaan ini, spirit HAM tidak/kurang
dirasakan. Dalam kenyataannya rakyat dapat menikmati kebebasannya,
karena konsep HAM berbeda dengan konsep Barat “…oriental society
”freedom” after means the conditions of person who lived beyond
the reach of state power … in cottage…”. (1985: 33).
- Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Internasional
Hukum internasional, sebagai satu bagian
dari ilmu hokum pada umumnya, di dalam dirinya mengalir ide,
pemikiran, cita-cita yang sama dengan hukum pada umumnya, sehingga
hukum internasional pun mempunyai persamaan fungsi dengan hukum
lainnya yang ada.
Kalau selama ini dikenal tujuan hukum dari
beberapa ahli hukum berbeda-beda, misalnya Apeldorn menitikberatkan
pada pengaturan tata pergaulan hidup yang damai. Subekti menekankan
tujuan hukum segi kemakmuran dan kebahagiaan rakyat, Bentham
menekankan aspek manfaat atau kebahagiaan sebanyak-banyaknya kepada
anggota masyarakat, sedangkan paham (teori) etik menekankan segi-segi
keadilan dan lain-lain.
Dari berbagai tujuan hukum tersebut, hukum
internasional dapat menerimanya, artinya misis hukum pada umumnya
menjadi misi hukum internasional pula, sehingga dituntut tidak hanya
sekedar penyalur idealisme hukum dalam bentuk keadilan atau yang
dianggap adil (law as a chanelling ideas), tetapi juga dapat
merekayasa atau mengubah sikap anggota masyarakat (termasuk
masyarakat internasional) sesuai dengan kesepakatan bersama yang
mengandung nilai keadilan (yang dianggap adil), sehingga fungsi hukum
as a tool of social engineering
dapat terlaksana pula. Dengan demikian sesuai dengan posisinya, hukum
internasional lebih banyak berorientasi kepada segi yang kedua dalam
arti setelah melewati kesepakatan bersama (mutual consent)
antarsubjek hukum bersama (A. Mansyur Effendi, 1993: 4).
Aspek kedua tersebut berkaitan atau
berhubungan dengan fungsi hukum yang menempatkan hukum sebagai
alat/sarana demi terciptanya tujuan hukum itu sendiri.
BAB
III
PEMBAHASAN
Menurut Deklarasi
Umum Hak Asasi Manusia, semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai
martabat dan hak-hak yang sama. Sementara, Undang-Undang No. 39/1999
tentang HAM menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.
Hak Asasi Manusia
memiliki beberapa prinsip, yaitu:
- Universal
- Saling terkait
- Tidak terpisahkan
- Kesetaraan dan non-diskriminasi
- Hak Serta Kewajiban Negara
- Tidak dapat diambil oleh siapapun
Berbicara mengenai
apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM, maka akan terjadi banyak
perdebatan. Masih dalam konteks ini, HAM perlu dipahami sebagai suatu
hal yang terus berkembang seiring dengan jaman. Sejak
dideklarasikannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada tahun
1945 hingga saat ini, pemahaman tentang HAM terus berkembang seiring
dengan terjadinya berbagai peristiwa di seluruh belahan dunia.
Artinya pemaknaan pelanggaran HAM juga terus berkembang dan terus
diperbaharaui untuk melindungi hak-hak asasi manusia seutuhnya.
Kemudian pengalaman
praktek penerapan international
human rights law (Hukum
HAM Internasional) dapat memunculkan konsep-konsep hukum HAM.
Pelanggaran HAM yang berat termasuk genosida dan kejahatan terhadap
kemanusiaan dikualifkasikan sebagai the
most serious crimes
(kejahatan yang paling serius) dan merupakan musuh bersama
seluruh umat
manusia (hostis
humanis geneeris), sehingga
menjadi kewajiban masyarakat internasional dan menuntut
pertanggungjawaban negara untuk mengadili pelakunya (erga omnes
obligation).
Sehingga
dapat tercapai keinginan tiaap-tiap individu untuk terjaminnya
hak-hak asasi mereka.
Dalam menegakkan
HAM dan
keadilan merupakan tujuan yang
utama dari tegaknya bangunan peradaban bangsa, sehingga bagi negara
yang tidak
menegakkan HAM dan keadilan, maka negara tersebut akan
menanggung konsekuensi logis yaitu teralienasinya
dari komunitas bangsa beradab dunia Internasional. Lebih dari itu,
biasanya harus menanggung sanksi politis atau ekonomis sesuai dengan
respon negara yang menilainya.
Hal ini
menunjukkan bahwa nilai kemanusiaan bersifat universal, apalagi era
globalisasi dewasa ini.
Hukum
HAM Internasional yang disepakati dan dijunjung tinggi oleh komunitas
negara- negara beradab yang
menyangkut nilai-nilai HAM, misalnya
undang-undang suatu negara tidak boleh bertentangan dengan larangan
hukum Internasional yang melarang perbudakan. Untuk itu menjadi
kewajiban moral dan tugas dan perguruan tinggi, LSM, ormas, media
massa, dan sejenisnya untuk selalu berteriak dan mengontrol jalannya
pemerintahan dan lembaga negara
lainnya agar tidak melanggar HAM.
Kemudian dalam konteks tingkah
laku hukum (legal behavior)
maupun tingkah laku di ruang
pengadilan (courtroom behavior)
para penegak hukum akan selalu
mengundang respon baik secara sosial, moral, maupun yuridis. Menjaga
integritas Pengadilan HAM merupakan prasyarat untuk adanya respon
positif terhadap penegakan HAM di masa mendatang. Eksistensi peran
dan yurisdiksi pengadilan berkorelasi dengan perubahan dan
perkembangan ideologi hukum yang hidup dalam masyarakat.
Masalah hak asasi
manusia masih tetap diperbincangkan, mungkin karena masih banyak
pelanggaran ataupun kepalsuan. Masalah hak asasi memang masalah
kemanusiaan, berarti terkait dengan upaya, tidak saja pengakuan
harkat kemanusiaan, tapi yang lebih penting sejauh mana harkat
kemanusiaan yang dimiliki setiap orang dapat dinikmati oleh setiap
individu tanpa melihat perbedaan.
Kenyataan menunjukkan,
ada sekelompok individu yang masuk kelompok yang kurang beruntung
(the disadvantage peoples), baik dilihat dari segi materi/ekonomi,
posisi maupun kesempatan. Di samping itu, ada pula kelompok yang
berada pada posisi mapan. Kelompok yang terakhir inilah yang
memainkan kartu utama untuk mengangkat dan mengedepankan nasib
kelompok pertama.
Sebagaimana yang telah
dijelaskan di depan, PBB telah menggariskan bahwa membicarakan hak
asasi manusia berarti tidak saja mengangkat dan memenuhi kebutuhan
biologi (papan, sandang, dan pangan) tetapi juga memenuhi kebutuhan
dan kebebasan mental spiritualnya (memberi hak, kewajiban, dan
tanggung jawab) kepada orang per orang secara merata dan adil.
Masalah hak asasi
manusia banyak terkait dengan sistem pemerintahan suatu negara. Di
sini dituntut kepedulian dan kepekaan sosial pemegang peran (para
pemimpin) sebab masalah kemanusiaan dan hak asasi manusia banyak
terkait dengan kesadaran/kemauan pimpinan negara dan kesadaran
masyarakat. Dalam negara demokrasi, nilai pemimpin hakikatnya hanya
mempunyai kelebihan satu derajat di atas rakyat yang berupa hak
memerintah. Kelebihan ini yang kadang-kadang, malah sering
disalahgunakan dan dimanfaatkan untuk dirinya sendiri.
Lewat alur pemikiran
Donald Black yang dikaitakan dengan sistem hukum dan politik yang
berlaku dalam suatu negara, terbukti peranan pimpinan cukup mewarnai
dan dominan dalam rangka menegakkan hukum dan hak asasi manusia.
BAB
IV
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dari buku Hak
Asasi Manusia (Dalam Hukum Nasional dan Internasional), berikut ini
beberapa hal yang dapat disimpulkan:
- Kedepan, penanganan terhadap kasus pelanggaran HAM tentu harus lebih ditingkatkan, terutama oleh pemerintah Indonesia pada khususnya sebagai regulator dan sebagai pengelola negara, hal ini diperlukan untuk memberikan rasa keadilan kepada para korban secara khusus, dan kepada masayarakat Indonesia secara umum, hal ini juga diharapkan akan menjadi pelajaran berarti bagi semua masyarakat dan penyelenggara negara, untuk tidak mengulangi pelanggaran-pelanggaran tersebut diatas.
- Hak-hak asasi manusia adalah tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila, bahkan kelahiran Republik Indonesia adalah berdasarkan pengakuan Hak-hak Asasi Manusia itu, seperti dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945. Hak-hak asasi manusia adalah tidak terpisahkan (inhaerent) dengan dan merupakan perlindungan terhadap nilai martabat manusia (The dignity of the human person), sehingga oleh sebab itu harus dijunjung tinggi oleh Bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berfalsafah Pancasila. Kemudian perlindungan hak-hak asasi manusia secara materiil hanya dapat terlaksana di dalam negara hukum yang demokratis, dalam arti bahwa the Rule of Law ditegakkan dan hakim (pengadilan) pada taraf terakhir berwenang sebagai instansi tertinggi untuk mengatakan apa yang merupakan hokum, di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar