[Karya : Jujun S.
Suriasumantri]
Penerbit: Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta,Tahun 2005
CHAPTER REPORT
Disusun
Oleh:
MUHAMMAD
MONA ADHA
Chapter
report ini memberikan kontribusi dalam pemahaman dan mengkaji
tentang bagian bab dari sebuah buku “Filsafat
Ilmu Sebuah Pengantar Populer”
karya
Jujun S. Suriasumantri.
B
A B I
PENDAHULUAN
Penalaran
terbagi atas dua yaitu penalaran secara rasional dan penalaran secara
empiris. Dari
masing-masing penalaran ini sendiri memiliki pendukung tersendiri
dengan teori yang dipegang dan ada alasannya dibalik dari apa yang
menjadi penekanan akan penalaran itu sendiri.
Menalar akan selalu
dilakukan oleh individu dalam rangka untuk mengembangkan pengetahuan.
Pengetahuan mampu dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama
yakni, pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan
informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut.
Sebab kedua, yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan
dengan cepat dan mantap, adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur
kerangka berpikir tertentu.
Penalaran
merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang
berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang
berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya yang
bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau
berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan
kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan, meskipun seperti
dikatakan Pascal, hati pun mempunyai logika tersendiri. Jadi kegiatan
berpikir menyandarkan diri pada penalaran.
Suatu
kegiatan berpikir bisa disebut logis bila ditinjau dari suatu logika
tertentu, dan mungkin tidak logis bila ditinjau dari sudut logika
yang lain. Hal
ini sering menimbulkan gejala apa yang dapat kita sebut sebagai
kekacauan penalaran yang disebabkan oleh tidak konsistennya kita
dalam mempergunakan pola berpikir tertentu.
Penalaran bersifat
analitik dari proses berpikirnya,yang disandarkan pada analisis dan
kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis yang bersangkutan
berdasarkan langkah-langkah tertentu.
B A B II
ISI CHAPTER
DASAR-DASAR
PENGETAHUAN
(Penalaran,
Logika, Sumber Pengetahuan, Kriteria Kebenaran)
2.1. Penalaran
Kemampuan
menalar manusia ini, menyebabkan manusia mampu mengembangkan
pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara
simbolik manusia memakan buah pengetahuan lewat Adam dan Hawa dan
setelah itu manusia harus hidup berbekal pengetahuan ini. Dia
mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan
mana yang buruk, serta mana yang indah dan mana yang jelek. Dalam
melakukan pilihan ini manusia berpaling kepada pengetahuan.
Manusia adalah
satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan ini secara
sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun
pengetahuan ini hanya terbatas untuk kelangsungan hidupnya
(survival). Seekor kera tahu mana buah jambu yang enak. Seorang anak
tikus tahu mana kucing yang ganas. Anak tikus ini tentu saja diajari
unduknya untuk sampai pada pengetahuan bahwa kucing itu berbahaya.
Hal inilah yang membedakannya dengan manusia.
Manusia
mengembangkan pengetahuannya mengatasi kebutuhan kelangsungan hidup
ini. Dia memikirkan hal-hal baru, menjelajah ufuk baru, karena dia
hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun lebih dari itu.
Manusia mengembangkan kebudayaan ; manusia memberikan makna kepada
kehidupan ; manusia “memanusiakan” diri dalam hidupnya. Semua itu
pada hakikatnya menyimpulkan bahwa manusia itu dalam hidupnya
mempunyai tujuan tertentu yang lebih tinggi dari sekedar kelangsungan
hidupnya. Inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan
pengetahuannya ; dan pengetahuan ini jugalah yang mendorong manusia
menjadi makhluk yang bersifat khas di muka bumi ini.
Pengetahuan ini
mampu dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni, pertama,
manusia mempunyai bahasa untuk mengkomunikasikan informasi dan jalan
pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Sebab kedua, yang
menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat
dan mantap adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka
berpikir tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti ini
disebut penalaran. Binatang mampu berpikir namun tidak mampu berpikir
nalar.
Sebagai contoh,
instink binatang jauh lebih peka daripada manusia khususnya seorang
insinyur geologi, bahwa binatang akan cepat menjauh dan berlindung ke
tempat yang aman sebelum gunung meletus. Namun binatang tidak mampu
menalar tentang gejala tersebut ; mengapa gunung meletus, faktor apa
yang menyebabkannya, apa yang dapat dilakukan untuk mencegah semua
itu terjadi.
2.1.1.
Hakikat Penalaran
Penalaran
merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang
berupa pengetahuan. Manusia pada hakekatnya merupakan makhluk yang
berpikir, merasa, bersikap dan bertindak. Sikap dan tindakannya yang
bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau
berpikir.
Penalaran
menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan
bukan dengan perasaan, meskipun seperti dikatakan Pascal, hati pun
mempunyai logika tersendiri. Meskipun demikian patut kita sadari
bahwa tidak semua kegiatan berpikir menyandarkan diri pada penalaran.
Jadi penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai
karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
Sebagai
suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunya cirri-ciri tertentu.
Ciri yang pertama ialah adanya suatu pola berpikir yang secara luas
dapat disebut logika, yang artinya tiap bentuk penalaran mempunyai
logikanya tersendiri atau berpiir logis. Kedua, adalah sifat analitik
dari proses berpikirnya yang menyandarkan diri pada suatu analisis
dan kerangka berpikir.
Perasaan
merupakan suatu penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan
penalaran. Contohnya adalah intuisi, dimana intuisi adalah kegiatan
berpikir nonanalitik. Berikutnya wahyu, yang didapat lewat keyakinan
(kepercayaan). Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber
kebenaran mengembangkan paham yang kemudian disebut rasionalisme.
Sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat
pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran yang disebut paham
empirisme.
Penalaran
yang akan dikaji dalam studi ini adalah penalaran ilmiah, sebab
usaha kita dalam mengembangkan kekuatan penalaran merupakan bagian
dari usaha untuk meningkatkan mutu ilmu dan teknologi. Penalaran
ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan dari penalaran deduktif dan
induktif. Penalaran deduktif terkait dengan rasionalisme, sedangkan
induktif dengan empirisme.
2.1.2.
Logika dan Sumber Pengetahuan
Induksi
merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat
umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Deduksi adalah
cara berpikir dimana suatu pernyataan yang bersifat umum ditarik
kesimpulan yang bersifat khusus. Deduktif menggunakan polanya yang
disebut silogismus.
Pada
dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar. Yang pertama adalah mendasarkan diri pada
rasio, dan kedua mendasarkan diri pada pengalaman.
Berlainan
dengan kaum rasionalis maka kaum empiris berpendapat bahwa
pengetahuan manusia itu bukan didapatkan lewat penalaran rasional
yang abstrak namun lewat pengalaman yang konkret yang dapat
dinyatakan lewat tangkapan pancaindera manusia. Masalah utama yang
timbul dalam penyususnan pengetahuan secara empiris ini ialah bahwa
pengetahuan yang dikumpulkan cenderung menjadi kumpulan fakta-fakta.
Hal
ini membawa kepada dua masalah, pertama, sekiranya kita mengetahui
dua fakta yang nyata. Kedua adalah mengenai hakikat pengalaman yang
merupakan cara dalam menemukan pengetahuan dan pancaindera sebagai
alat yang menangkapnya
2.1.3.
Kriteria Kebenaran
Tidak
semua manusia mempunyai persyaratan yang sama terhadap apa yang
dianggapnya benar. Paham lain adalah kebenaran yang berdasarkan
kepada teori korespondensi, dimana eksponen utamanya adalah Bertrand
Russell (1872-1970). Bagi penganut teori ini maka suatu pernyataan
benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berhubungan dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
Bagi
seorang pragmatis maka kebenaran suatu pernyataan diukur dengan
kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam
kehidupan praktis.
B
A B III
ANALISIS
Kegiatan
menalar memang tidak terlepas dari kegiatan dan kehidupan manusia
sehari-hari. Seperti apa yang telah dijelaskan oleh Jujun S.
Suriasumantri dalam buku Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer bahwa
memang manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan
pengetahuan untuk menunjang kehidupannya dan selalu menggunakan
penalarannya.
Apa
yang tercakup pada penulisan chapter report ini, dapat pula penulis
paparkan pada bagian analisis berikut bahwa dalam penalaran yang
dilakukan oleh manusia itu terbagi atas beberapa paham yang
dianutnya. Ada
paham rasionalisme, empirisme, koherensi, dan korespondensi.
Penalaran yang bersifat rasionalisme didasarkan atas berpikir logika
atau logis. Penalaran yang bersifat empirisme adalah penalaran yang
didasarkan atas pengalaman atau kenyataan yang ditangkap oleh
pancaindera manusia. Penalaran
koherensi adalah penalaran yang bersifat berhubungan yang hampir sama
dengan paham korespondensi.
Dalam
konteks lain, sudut pandang manusia untuk menilai sebuah kebenaran
itu berbeda-beda. Jadi manusia mempunyai penilaian atau sebuah
persepsi yang berbeda dalam memahami atau mengerti tentang sebuah
kebenaran. Sebagai contoh, ada anak kecil yang merasa telah ditipu
di sekolah. Bahwa 3+4=7, 5+2=7, 6+1=7 dalam urutan hari pertemuan
belajar yang berbeda harinya. Berarti untuk menilai sebuah kebenaran
atas contoh si anak kecil tadi, jelaslah bahwa ada banyak kriteria
untuk menentukan kebenaran tadi, tidak berdasar atas satu jalan saja
untuk menilainya.
Pada
bagian ahir analisis ini, dapatlah disimpulkan bahwa ketepatan
penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal yakni kebenaran premis
mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan pengambilan kesimpulan.
Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut persyaratannya tidak
dipenuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar