PEMAHAMAN
DAN IMPLEMENTASI NILAI KARAKTER DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Oleh:
Muhammad
Mona Adha
Universitas
Lampung
email:
adha_1979@yahoo.com
ABSTRAK
Implementasi
nilai-nilai karakter seperti bijaksana dalam memilih mana yang baik
mana yang buruk, adil, pantang menyerah, kontrol terhadap diri
sendiri, menyayangi, memunculkan sikap yang positif, kerja keras,
memiliki integritas diri yang kuat, bersyukur atas apa yang kita
miliki saat ini, dan memiliki rasa kemanusiaan patut untuk
dikembangkan dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian karakter yang baik dapat terus berkembang dan terwujud apa
yang menjadi tujuan kedepan, serta mampu menghasilkan
kegiatan-kegiatan yang positif. Pengembangan nilai karakter sejak
dini mutlak untuk dilakukan agar nilai-nilai yang ditampilkan ketika
mereka beranjak dewasa akan lebih baik dan memahami semua perbedaan
yang ada.
Kata
Kunci: karakter, nilai, dan implementasi
ABSTRACT
Implementation
of character values like wisdom in choosing which ones are good where
the bad, justice, fortitude, self control, love, gave rise to a
positive attitude, hard work, has a strong self integrity, be
thankful for what we have today (gratitude), and have a sense of
humanity (humility) deserves to be developed and implemented in our
daily life activities. Thus good character can continue to flourish
and realized what the purpose of the future, as well as being able to
generate a positive activities. The development of the value of a
character early on in order to do the absolute values are displayed
when they grow up will be
better
and understand all the differences that exist.
Keywords:
character, value, and implementation
Nilai
Utama Dalam Pengembangan Nilai Karakter
Pengembangan
nilai karakter dan pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari merupakan
hal utama yang dikedepankan. Memiliki nilai kepribadian dan perilaku
yang baik dalam setiap kegiatan keseharian akan memunculkan rasa
kasih sayang dan saling menghormati serta menghargai antara individu
satu dengan yang lainnya. Dengan bertegur sapa pada saat bertemu atau
berjabat tangan dengan kolega atau mahasiswa pada saat di kampus, ini
merupakan salah satu bentuk yang sangat sederhana untuk membentuk
karakter sekaligus memberikan teladan bagi individu lainnya. Hal ini
tentunya akan memunculkan rasa kebersamaan dan “respectful”
seperti yang telah disebutkan di atas.
Senada
dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 3 yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Seperti
yang dikemukakan oleh Adnan dalam Rohmadi (2010: 4) bahwa pendidikan
adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan
masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat menjadi beradab.
Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja,
tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan
penyaluran nilai (enkulturasi dan sosialisasi). Lebih lanjut
dijelaskan bahwa seorang anak harus mendapatkan pendidikan yang
menyentuh 3 dimensi dasar kemanusiaan: (1) afektif
yang tercermin pada kualitas keimanan, ketaqwaan, akhlak mulia, (2)
kognitif
yang tercermin pada kapasitas piker dan daya intelektualitas untuk
menggali dan mengembangkan , dan (3) psikomotorik
yang
tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan
praktis, dan kompetensi kinestetis.
Pendidikan
dalam Globalisasi
Proses
pendidikan dan pembelajaran di dalam kelas saat ini tidak terlepas
dari perkembangan informasi dan teknologi. Setiap pengajar dan
pembelajar dituntut untuk mengikuti kemajuan zaman tersebut.
Herschock (2007) mengatakan bahwa, “A
second characteristics of contemporary globalization processes that
has profound effects on education policies and practices in the
manner in which these processes accelerate the pace of technological,
scientific, social, economic, political, and cultural change.”
Neubauer (2007) juga mengatakan bahwa, “Globalization
has wrought transformations of similar scale: in how people live,
work, communicate and engage with each other and the world, and in
how they are educated.”
Dengan demikian, berdasarkan pendapat Herschock dan Nuebauer di atas
bahwa perkembangan informasi, teknologi secara global dapat membawa
perubahan secara dinamis diberbagai bidang terutama dibidang
pendidikan.
Era
globalisasi menuntut setiap orang untuk dapat melakukan dengan apa
yang dinamakan “daya saing.” Ini penting, dengan semakin derasnya
informasi dan teknologi dalam kehidupan globalisasi seperti sekarang
ini, individu harus dapat mengembangkan diri sendiri, komunitas, dan
masyarakat luas, hingga ada dampak positif serta memajukan bangsa dan
negara. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan di bawah ini:
Globalization has wrought
transformation of similar scale: in how people live, work, identify
and aggregate, communicate and engage locally, nationally,
internationally, globally, and how they are educated. Changes are
taking place in the nature of the state itself, in how states
interact, and in the roles of supra and non state actors in
organizing and affecting human behavior. At the core of contemporary
globalization are transformations in how capital flows throughout the
globe and is linked to production and consumption, in how energy is
harnessed and consumed, in how information and knowledge are created,
transmitted and conserved, how labor is employed and deployed, and
how value is created, distributed, conserved and destroyed. (Hershock
et al, 2007: 29)
Kemudian
untuk membangun daya
saing bangsa dan kemandirian sains dan teknologi memerlukan peran
aktif semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha, akademisi, maupun
masyarakat secara umum. Oleh karena itu disinilah pentingnya letak
pembentukan karakter
bagi peserta didik walaupun memiliki kemampuan bersaing, agar tiap
individu khususnya peserta didik untuk tetap beretika, bermoral,
sopan santun dan dapat berinteraksi dan membangun masyarakat agar
kedepan lebih baik.
Penting
untuk menanamkan nilai karakter, tetapi hal ini saja tidaklah cukup,
karena dengan melaksanakan nilai-nilai karakter baik dimulai dari
hal-hal yang sederhana sekalipun tentu akan membentuk kepribadian
unggul bagi tiap-tiap individu. Karakter juga tidak bisa dilepaskan
dari nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa. Bagaimana setiap individu melaksanakan ibadah sehari-hari,
melakukan kegiatan-kegiatan amal dan aktivitas positif lain yang
berguna bagi sesama. Karakter erat keterkaitan terhadap pengembangan
perilaku diri sendiri yang baik, kasih sayang sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang nantinya terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan
Karakter di Sekolah/Lingkungan Belajar
Pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada
warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam
pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders)
harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri,
yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas
hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan
sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh
warga dan lingkungan sekolah.
Pembinaan
karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai
serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru
menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum
pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan
sehari-hari. Sehingga pengajar diharapkan untuk dapat melakukan
“redesign”
atau evaluasi terhadap penggunaan strategi atau model belajar yang
tepat di kelas, agar penanaman nilai karakter yang diinginkan dapat
terwujud dan dilakukan dalam kehidupan keseharian siswa.
Menurut Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1
menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal,
nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang
sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti
pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari
30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan
lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu,
pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil
pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal
terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi
berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan
karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang
relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di
lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan
pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif
terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik.
Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah
melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan
mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga
dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar
peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu
hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter
peserta didik .
Pendidikan
karakter dapat
diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi
pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap
mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan
konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran
nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi
menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan
peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan
ekstrakurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan
salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan
peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler
merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu
pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat,
dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan
oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan
berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstrakurikuler diharapkan
dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta
potensi dan prestasi peserta didik, juga terciptanya kemandirian
siswa bagaimana melihat proses perubahan yang terjadi di sekitar dan
mencari “problem
solving”
untuk hal tersebut.
Pendidikan karakter di sekolah
juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah.
Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter
direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan
pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara
lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum,
pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan
komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah
merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di
sekolah.
Kedepan diharapkan para peserta
didik akan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang
utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai
norma-norma dan budaya Indonesia.
Pendidikan
karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil
pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan
karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan
seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan
karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan
dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta
mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga
terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan
karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya
sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi,
kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua
warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah
merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut
di mata masyarakat luas.
Sasaran
pendidikan karakter adalah seluruh sekolah di Indonesia baik negeri
maupun swasta. Semua warga sekolah, meliputi para peserta didik,
guru, karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah. Sekolah-sekolah
yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter
dengan baik dijadikan sebagai best
practices,
yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya.
Melalui program ini diharapkan
lulusan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan
terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma
dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan
karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah.
Pendidikan Karakter “Thomas
Lickona”
Perhatian
Lickona terhadap nilai-nilai karakter dan pengembangannya telah
menjadi kajian dalam beberapa tahun terakhir. Lickona berfokus kepada
bagaimana menerapkan nilai-nilai karakter dari hal-hal yang sangat
sederhana yang pada akhirnya akan memberikan dampak yang sangat besar
dimasa yang akan datang bagi setiap individu yang mampu melaksanakan
nilai-nilai karakter itu sendiri dengan baik. Sebagaimana
contoh-contoh sederhana yang dikemukakan oleh Lickona yang memberikan
dampak dan pemahaman yang sangat mendalam mengenai implementasi
nilai-nilai karakter, “We
don't want them to lie, cheat on tests, take what's not theirs, call
names, hit each other, or be cruel to animals; we do want them to
tell the truth, play fair, be polite, respect their parents and
teachers, do their schoolwork, ad be kind to others. (1991:
47). Dapat dijelaskan bahwa, dengan mengutamakan nilai kejujuran,
tentu siswa diminta untuk tidak mencontek saat mengerjakan tugas atau
ujian, tidak mengambil barang yang bukan haknya, memanggil dengan
panggilan yang baik, menyayangi teman, dan memperlakukan hewan dengan
baik. Dengan demikian, jelas bahwa kita menginginkan agar peserta
didik kita berkata jujur (tidak bohong), adil, sopan santun,
menghormati orang tua dan guru, mengerjakan tugas sekolah yang
diberikan oleh guru, dan bersikap baik kepada setiap orang.
Karakter menurut Lickona terbagi
atas beberapa bagian yang tercakup di dalamnya. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Lickona di bawah ini:
Character so conceived has
three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral
behavior. Good character consists of knowing the good, desiring the
good, and doing the good, habits of the mind, habits of the heart,
and habits of action. All three are necessary for leading a moral
life, all three make up moral maturity. When we think about the kind
of character we want for our children, it's clear that we want them
to be able to judge what is right, care deeply about what is right,
and then do what they believe to be right, even in the face of
pressure from without and temptation from within.
(1991: 51)
Berdasarkan
pendapat Lickona di atas dapat dijelaskan bahwa karakter terdiri atas
tiga korelasi antara lain moral
knowing,
moral
feeling,
dan moral
behavior. Karakter
itu sendiri terdiri atas, antara lain: mengetahui hal-hal yang baik,
memiliki keinginan untuk berbuat baik, dan melaksanakan yang baik
tadi berdasarkan atas pemikiran, dan perasaan apakah hal tersebut
baik untuk dilakukan atau tidak, kemudian dikerjakan. Ketiga hal
tersebut dapat memberikan pengarahan atau pengalaman moral hidup yang
baik, dan memberikan kedewasaan dalam bersikap.
Penutup
Pendidikan
karakter dan bagaimana cara mengimplementasikannya dalam kehidupan
sehari-hari, selain mengembangkan dan memperkuat potensi pribadi juga
menyaring pengaruh dari luar yang akhirnya dapat membentuk karakter
peserta didik yang dapat mencerminkan budaya bangsa Indonesia. Upaya
pembentukan karakter sesuai dengan budaya bangsa ini tentu tidak
semata-mata hanya dilakukan di sekolah melalui serangkaian kegiatan
belajar mengajar baik melalui mata pelajaran maupun serangkaian
kegiatan pengembangan diri yang dilakukan di kelas dan luar sekolah.
Pembiasaan-pembiasan (habituasi) dalam kehidupan, seperti: religius,
jujur, disiplin, toleran, kerja keras, cinta damai, tanggung-jawab,
dan sebagainya, perlu dimulai dari lingkup terkecil seperti keluarga
sampai dengan cakupan yang lebih luas di masyarakat. Nilai-nilai
tersebut tentunya perlu ditumbuhkembangkan yang pada akhirnya dapat
membentuk pribadi karakter peserta didik yang selanjutnya merupakan
pencerminan hidup suatu bangsa yang besar.
DAFTAR PUSTAKA
Character
Education Partnership. (2010). : 11
Principles of Effective Character Education.
United States of America: Character Education Partnership (CEP)
Publisher.
Heshock,
D. Peter et al. (2007). Changing
Education: Leadership, Innovation and Development in a Globalizing
Asia Pacific.
China: Springer- Comparative Education Research Centre The University
of Hong Kong.
Kemendiknas,
Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama.
Jakarta2010.
Muhammad
Rohmadi, (2010).
Pembentukan
Karakter Guru dan Dosen sebagai
Upaya Mewujudkan Pendidikan Karakter di Indonesia.
(Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional dengan tema
“Aktualisasi Pendidikan Karakter Bangsa dalam Rangka Memperingati
Dies natalis Universitas Pendidikan Indonesia ke-56 tanggal 15
November 2010 di Auditorium Sekolah Pascasarjana UPI bandung).
Lickona,
T. (1991). Educating
for Character: How our schools can teach respect and responsibility.
United States of America: Random House Publishing Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar