Pages - Menu

Minggu, 05 Mei 2013

Implementasi Nilai Karakter


PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI NILAI KARAKTER DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Oleh:
Muhammad Mona Adha
Universitas Lampung


ABSTRAK

Implementasi nilai-nilai karakter seperti bijaksana dalam memilih mana yang baik mana yang buruk, adil, pantang menyerah, kontrol terhadap diri sendiri, menyayangi, memunculkan sikap yang positif, kerja keras, memiliki integritas diri yang kuat, bersyukur atas apa yang kita miliki saat ini, dan memiliki rasa kemanusiaan patut untuk dikembangkan dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian karakter yang baik dapat terus berkembang dan terwujud apa yang menjadi tujuan kedepan, serta mampu menghasilkan kegiatan-kegiatan yang positif. Pengembangan nilai karakter sejak dini mutlak untuk dilakukan agar nilai-nilai yang ditampilkan ketika mereka beranjak dewasa akan lebih baik dan memahami semua perbedaan yang ada.

Kata Kunci: karakter, nilai, dan implementasi




ABSTRACT

Implementation of character values like wisdom in choosing which ones are good where the bad, justice, fortitude, self control, love, gave rise to a positive attitude, hard work, has a strong self integrity, be thankful for what we have today (gratitude), and have a sense of humanity (humility) deserves to be developed and implemented in our daily life activities. Thus good character can continue to flourish and realized what the purpose of the future, as well as being able to generate a positive activities. The development of the value of a character early on in order to do the absolute values are displayed when they grow up will be
better and understand all the differences that exist.

Keywords: character, value, and implementation

Nilai Utama Dalam Pengembangan Nilai Karakter
Pengembangan nilai karakter dan pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari merupakan hal utama yang dikedepankan. Memiliki nilai kepribadian dan perilaku yang baik dalam setiap kegiatan keseharian akan memunculkan rasa kasih sayang dan saling menghormati serta menghargai antara individu satu dengan yang lainnya. Dengan bertegur sapa pada saat bertemu atau berjabat tangan dengan kolega atau mahasiswa pada saat di kampus, ini merupakan salah satu bentuk yang sangat sederhana untuk membentuk karakter sekaligus memberikan teladan bagi individu lainnya. Hal ini tentunya akan memunculkan rasa kebersamaan dan “respectful” seperti yang telah disebutkan di atas.
Senada dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Seperti yang dikemukakan oleh Adnan dalam Rohmadi (2010: 4) bahwa pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat menjadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturasi dan sosialisasi). Lebih lanjut dijelaskan bahwa seorang anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh 3 dimensi dasar kemanusiaan: (1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketaqwaan, akhlak mulia, (2) kognitif yang tercermin pada kapasitas piker dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan , dan (3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.
Pendidikan dalam Globalisasi
Proses pendidikan dan pembelajaran di dalam kelas saat ini tidak terlepas dari perkembangan informasi dan teknologi. Setiap pengajar dan pembelajar dituntut untuk mengikuti kemajuan zaman tersebut. Herschock (2007) mengatakan bahwa, “A second characteristics of contemporary globalization processes that has profound effects on education policies and practices in the manner in which these processes accelerate the pace of technological, scientific, social, economic, political, and cultural change.” Neubauer (2007) juga mengatakan bahwa, “Globalization has wrought transformations of similar scale: in how people live, work, communicate and engage with each other and the world, and in how they are educated.” Dengan demikian, berdasarkan pendapat Herschock dan Nuebauer di atas bahwa perkembangan informasi, teknologi secara global dapat membawa perubahan secara dinamis diberbagai bidang terutama dibidang pendidikan.
Era globalisasi menuntut setiap orang untuk dapat melakukan dengan apa yang dinamakan “daya saing.” Ini penting, dengan semakin derasnya informasi dan teknologi dalam kehidupan globalisasi seperti sekarang ini, individu harus dapat mengembangkan diri sendiri, komunitas, dan masyarakat luas, hingga ada dampak positif serta memajukan bangsa dan negara. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan di bawah ini:
Globalization has wrought transformation of similar scale: in how people live, work, identify and aggregate, communicate and engage locally, nationally, internationally, globally, and how they are educated. Changes are taking place in the nature of the state itself, in how states interact, and in the roles of supra and non state actors in organizing and affecting human behavior. At the core of contemporary globalization are transformations in how capital flows throughout the globe and is linked to production and consumption, in how energy is harnessed and consumed, in how information and knowledge are created, transmitted and conserved, how labor is employed and deployed, and how value is created, distributed, conserved and destroyed. (Hershock et al, 2007: 29)

Kemudian untuk membangun daya saing bangsa dan kemandirian sains dan teknologi memerlukan peran aktif semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha, akademisi, maupun masyarakat secara umum. Oleh karena itu disinilah pentingnya letak pembentukan karakter bagi peserta didik walaupun memiliki kemampuan bersaing, agar tiap individu khususnya peserta didik untuk tetap beretika, bermoral, sopan santun dan dapat berinteraksi dan membangun masyarakat agar kedepan lebih baik.
Penting untuk menanamkan nilai karakter, tetapi hal ini saja tidaklah cukup, karena dengan melaksanakan nilai-nilai karakter baik dimulai dari hal-hal yang sederhana sekalipun tentu akan membentuk kepribadian unggul bagi tiap-tiap individu. Karakter juga tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Bagaimana setiap individu melaksanakan ibadah sehari-hari, melakukan kegiatan-kegiatan amal dan aktivitas positif lain yang berguna bagi sesama. Karakter erat keterkaitan terhadap pengembangan perilaku diri sendiri yang baik, kasih sayang sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang nantinya terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan Karakter di Sekolah/Lingkungan Belajar
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga pengajar diharapkan untuk dapat melakukan “redesign” atau evaluasi terhadap penggunaan strategi atau model belajar yang tepat di kelas, agar penanaman nilai karakter yang diinginkan dapat terwujud dan dilakukan dalam kehidupan keseharian siswa.
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik .
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan ekstrakurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstrakurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik, juga terciptanya kemandirian siswa bagaimana melihat proses perubahan yang terjadi di sekitar dan mencari “problem solving” untuk hal tersebut.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Kedepan diharapkan para peserta didik akan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.
Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh sekolah di Indonesia baik negeri maupun swasta. Semua warga sekolah, meliputi para peserta didik, guru, karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah. Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya.
Melalui program ini diharapkan lulusan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah.
Pendidikan Karakter “Thomas Lickona”
Perhatian Lickona terhadap nilai-nilai karakter dan pengembangannya telah menjadi kajian dalam beberapa tahun terakhir. Lickona berfokus kepada bagaimana menerapkan nilai-nilai karakter dari hal-hal yang sangat sederhana yang pada akhirnya akan memberikan dampak yang sangat besar dimasa yang akan datang bagi setiap individu yang mampu melaksanakan nilai-nilai karakter itu sendiri dengan baik. Sebagaimana contoh-contoh sederhana yang dikemukakan oleh Lickona yang memberikan dampak dan pemahaman yang sangat mendalam mengenai implementasi nilai-nilai karakter, “We don't want them to lie, cheat on tests, take what's not theirs, call names, hit each other, or be cruel to animals; we do want them to tell the truth, play fair, be polite, respect their parents and teachers, do their schoolwork, ad be kind to others. (1991: 47). Dapat dijelaskan bahwa, dengan mengutamakan nilai kejujuran, tentu siswa diminta untuk tidak mencontek saat mengerjakan tugas atau ujian, tidak mengambil barang yang bukan haknya, memanggil dengan panggilan yang baik, menyayangi teman, dan memperlakukan hewan dengan baik. Dengan demikian, jelas bahwa kita menginginkan agar peserta didik kita berkata jujur (tidak bohong), adil, sopan santun, menghormati orang tua dan guru, mengerjakan tugas sekolah yang diberikan oleh guru, dan bersikap baik kepada setiap orang.
Karakter menurut Lickona terbagi atas beberapa bagian yang tercakup di dalamnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Lickona di bawah ini:
Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior. Good character consists of knowing the good, desiring the good, and doing the good, habits of the mind, habits of the heart, and habits of action. All three are necessary for leading a moral life, all three make up moral maturity. When we think about the kind of character we want for our children, it's clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within. (1991: 51)
Berdasarkan pendapat Lickona di atas dapat dijelaskan bahwa karakter terdiri atas tiga korelasi antara lain moral knowing, moral feeling, dan moral behavior. Karakter itu sendiri terdiri atas, antara lain: mengetahui hal-hal yang baik, memiliki keinginan untuk berbuat baik, dan melaksanakan yang baik tadi berdasarkan atas pemikiran, dan perasaan apakah hal tersebut baik untuk dilakukan atau tidak, kemudian dikerjakan. Ketiga hal tersebut dapat memberikan pengarahan atau pengalaman moral hidup yang baik, dan memberikan kedewasaan dalam bersikap.
Penutup
Pendidikan karakter dan bagaimana cara mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari, selain mengembangkan dan memperkuat potensi pribadi juga menyaring pengaruh dari luar yang akhirnya dapat membentuk karakter peserta didik yang dapat mencerminkan budaya bangsa Indonesia. Upaya pembentukan karakter sesuai dengan budaya bangsa ini tentu tidak semata-mata hanya dilakukan di sekolah melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar baik melalui mata pelajaran maupun serangkaian kegiatan pengembangan diri yang dilakukan di kelas dan luar sekolah. Pembiasaan-pembiasan (habituasi) dalam kehidupan, seperti: religius, jujur, disiplin, toleran, kerja keras, cinta damai, tanggung-jawab, dan sebagainya, perlu dimulai dari lingkup terkecil seperti keluarga sampai dengan cakupan yang lebih luas di masyarakat. Nilai-nilai tersebut tentunya perlu ditumbuhkembangkan yang pada akhirnya dapat membentuk pribadi karakter peserta didik yang selanjutnya merupakan pencerminan hidup suatu bangsa yang besar.
DAFTAR PUSTAKA
Character Education Partnership. (2010). : 11 Principles of Effective Character Education. United States of America: Character Education Partnership (CEP) Publisher.

Heshock, D. Peter et al. (2007). Changing Education: Leadership, Innovation and Development in a Globalizing Asia Pacific. China: Springer- Comparative Education Research Centre The University of Hong Kong.

Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta2010.

Muhammad Rohmadi, (2010). Pembentukan Karakter Guru dan Dosen sebagai Upaya Mewujudkan Pendidikan Karakter di Indonesia. (Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional dengan tema “Aktualisasi Pendidikan Karakter Bangsa dalam Rangka Memperingati Dies natalis Universitas Pendidikan Indonesia ke-56 tanggal 15 November 2010 di Auditorium Sekolah Pascasarjana UPI bandung).

Lickona, T. (1991). Educating for Character: How our schools can teach respect and responsibility. United States of America: Random House Publishing Group.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar