Pendidikan
Multikultural
Menurut Budimansyah dan
Suryadi (2008: 31) pendidikan kewarganegaraan yang berperan penting
dalam pendidikan multikultural mempersiapkan peserta didik menjadi
warganegara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk
mempertahankan negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini sejalan
dengan pandangan Banks (Tilaar, 2004: 132) yang menyatakan terdapat
lima dimensi yang terkait dengan pendidikan multikultural, yaitu:
- content integration, mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan teori dalam mata pelajaran/disiplin ilmu;
- the knowledge construction process, membawa siswa atau mahasiswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam semua mata pelajaran (disiplin)
- an equality paedagogy, menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa/mahasiswa yang beragam baik dari segi ras, budaya, ataupun sosial
- prejudice reduction, mengidentifikasi karakteristik ras siswa atau mahasiswa dan menentukan metode pengajaran mereka; dan
- empowering school culture, melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olah raga, berinteraksi dengan seluruh staf dan siswa atau mahasiswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya menciptakan budaya akademik
Menurut Kalidjernih
(2009: 16) multikulturalisme dimaknai sebagai sebuah pengesahan yang
positif tentang keanekaragaman komunal yang muncul dari
perbedaan-perbedaan ras, etnis, bahasa dan kepercayaan religius. Ia
lebih merupakan suatu posisi alih-alih sebuah doktrin politik yang
serasi dan programatik.
Adapun alasan mengapa
kita memerlukan pengembangan kewarganegaraan multikultural? Menurut
Kalantzis (2000) dalam Kalidjernih (2009: 21) dikatakan bahwa:
Kewarganegaraan multikultural merupakan cara yang paling efektif
untuk menegosiasikan keanekaragaman guna menghasilkan integritas
sosial atau menyatukan segala hal. Kewarganegaraan multikultural
merupakan sebuah pandangan ke luar, pendekatan internasionalis
terhadap dunia untuk mempertahankan kepentingan nasional. Untuk
menggapai hal ini, kita perlu membangun pluralisme sipil (civic
pluralism) yang menawarkan kemungkinan dari pengertian
pascanasionalis yang riil dari tujuan bersama. Kita memerlukan ilmu
politik yang kuat tentang kultur untuk menegosiasi perbedaan lokal
dan global.
(Artikel
diambil dari tulisan: Nurul Zuriah, Pengembangan kompetensi
kewarganegaraan multikultural di era global, Prosiding Seminar
Internasional Pendidikan Kewarganegaraan – Building civic
competences in global era through civic education: problem and
prospect, hal: 147 diterbitkan oleh Laboratorium Pendidikan
Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia, 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar