Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi
Pengantar
Pendidikan
kewarganegaraan (citizenship
education)
memiliki peran penting dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurut William Galston, pendidikan kewarganegaraan per definsi
adalah pendidikan_di dalam dan demi_ tatanan politik yang ada (Felix
Baghi, 2009). Pendidikan kewarganegaraan adalah bentuk pengemblengan
individu-individu agar mendukung dan memperkokoh komunitas politiknya
sepanjang komunitas politik itu adalah hasil kesepakatan. Pendidikan
kewarganegaraan suatu negara akan senantiasa dipengaruhi oleh
nilai-nilai dan tujuan pendidikan (educational
values and aims)
sebagai faktor struktural utama (David Kerr, 1999). Pendidikan
kewarganegaraan bukan semata-mata membelajarkan fakta tentang lembaga
dan prosedur kehidupan politik tetapi juga persoalan jatidiri dan
identitas suatu bangsa (Kymlicka, 2001).
Berdasar
hal di atas, pendidikan kewarganegaraan di Indonesia juga
berkontiribusi penting dalam menunjang tujuan bernegara Indonesia.
Pendidikan kewarganegaraan secara sistematik adalah dalam rangka
perwujudan fungsi dan tujuan pendidikan nasional berdasarkan
Pancasila dan UUD NRI 1945 Pendidikan kewarganegaraan berkaitan dan
berjalan seiring dengan perjalanan pembangunan kehidupan berbangsa
dan bernegara. Pendidikan kewarganegaraan merupakan bagian integral
dari ide, instrumentasi, dan praksis kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara Indonesia (Udin Winataputra, 2008). Bahkan
dikatakan, pendidikan nasional kita hakikatnya adalah pendidikan
kewarganegaraan agar dilahirkan warga negara Indonesia yang
berkualitas baik dalam disiplin sosial dan nasional, dalam etos
kerja, dalam produktivitas kerja, dalam kemampuan intelektual dan
profesional, dalam tanggung jawab kemasyarakatan, kebangsaan,
kemanusiaan serta dalam moral, karakter dan kepribadian (Soedijarto,
2008).
Pendidikan
kewarganegaraan di manapun pada dasarnya bertujuan membentuk warga
negara yang baik (good
citizen)
(Somantri, 2001; Aziz Wahab, 2007; Kalidjernih, 2010). Namun konsep
“warga negara yang baik” berbeda-beda dan sering berubah sejalan
dengan perkembangan bangsa yang bersangkutan. Dalam konteks tujuan
pendidikan nasional dewasa ini, warga negara yang baik yang gayut
dengan pendidikan kewarganegaraan adalah warga negara yang demokratis
bertanggung jawab (Pasal 3) dan warga negara yang memiliki semangat
kebangsaan dan cinta tanah air (pasal 37 Undang-Undang No 20 Tahun
2003). Dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan kewarganegaraan di
Indonesia adalah membentuk warga negara yang demokratis bertanggung
jawab, memiliki semangat kebangsaan dan cinta tanah air.
Pendidikan
kewarganegaraan merupakan bidang yang lintas keilmuan (Udin
Winataputra, 2001) atau bidang yang multidisipliner (Sapriya, 2007).
Sebagai bidang yang multidimensional, pendidikan kewarganegaraan
dapat memuat sejumlah fungsi antara lain; sebagai pendidikan politik,
pendidikan hukum dan pendidikan nilai (Numan Somantri, 2001);
pendidikan demokrasi (Udin Winataputra, 2001); pendidikan nilai,
pendidikan demokrasi, pendidikan moral dan pendidikan Pancasila
(Suwarma, 2006), pendidikan politik hukum kenegaraan berbangsa dan
bernegara NKRI, sebagai pendidikan nilai moral Pancasila dan
Konstitusi NKRI, pendidikan kewarganegaraan (citizenship
education)
NKRI dan sebagai pendidikan kewargaan negara (civic
education)
NKRI (Kosasih Djahiri, 2007); dan sebagai pendidikan demokrasi,
pendidikan karakter bangsa, pendidikan nilai dan moral, pendidikan
bela negara, pendidikan politik, dan pendidikan hukum (Sapriya,
2007). Fungsi yang berbeda-beda tersebut sejalan dengan karakteristik
“warga negara yang baik” yang hendak diwujudkan.
Selain
memuat beragam fungsi, pendidikan kewarganegaraan memiliki 3 domain/
dimensi atau wilayah yakni sebagai program kurikuler, program sosial
kemasyarakatan dan sebagai program akademik (Udin Winataputra, 2001;
Sapriya, 2007). Pendidikan kewarganegaraan sebagai program kurikuler
adalah pendidikan kewarganegaraan yang dilaksanakan di sekolah atau
dunia pendidikan yang mencakup program intra, ko dan ekstrakurikuler.
Sebagai program kurikulum khususnya intra kurikuler, pendidikan
kewarganegaraan dapat diwujudkan dengan nama pelajaran yang berdiri
sendiri (separated)
atau terintegrasi dengan mata pelajaran yang lain (integratied).
Sebagai program sosial kemasyarakatan adalah pendidikan
kewarganegaraan yang dijalankan oleh dan untuk masyarakat. Pendidikan
kewarganegaraan sebagai program akademik adalah kegiatan ilmiah yang
dilakukan komunitasnya guna memperkaya body
of knowledge
pkn itu sendiri.
Mata
kuliah PKn di Perguruan Tinggi
Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) sebagai nama mata kuliah di perguruan tinggi
merupakan perwujudkan dari pendidikan kewarganegaraan (pkn) dalam
dimensi kurikuler khususnya kegiatan intra kurikuler. Pendidikan
Kewarganegaraan di perguruan tinggi dimunculkan sebagai mata kuliah
tersendiri, tidak terintegrasi dengan mata kuliah lain. Ia dapat
dikatakan sebagai nama species,
sedang genusnya
adalah pkn itu sendiri. Ia adalah nama diri bukan nama jenis. Secara
kebetulan species
atau nama diri sama dengan nama genus atau nama jenisnya yakni PKn.
Namun
demikian, pengalaman penyelenggaraan pendidikan kewarganegaraan di
perguruan tinggi di Indonesia pernah diwujudkan dengan berbagai nama
diri atau species yang berbeda-beda. Pendidikan kewarganegaraan
pernah diwujudkan dengan nama mata kuliah Filsafat Pancasila,
Kewiraan, Pendidikan Pancasila dan PKn. Pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah ada pelajaran Civics, PKN, PMP, PSPB, PPKn,
Kewarganegaraan , PKPS, dan PKn.
Perkembangan
baru menunjukkan bahwa pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi
dimunculkan dengan dua mata kuliah yang berbeda yakni Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn)
dengan merujuk pada SK Dirjen Dikti No. 43 Tahun 2006 dan Pendidikan
Pancasila (PP)
mendasarkan pada SE Dirjen Dikti No. 914/E/T/2011.
Kedua
mata kuliah tersebut pada hakekatnya merupakan pendidikan
kewarganegaraan sebagai program kurikuler pada jenjang pendidikan
tinggi di Indonesia yang juga sama-sama bertujuan membentuk warga
negara yang baik (good
citizen).
Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya overlapping
antara keduanya, perlu dirumuskan konsep warga negara yang baik yang
hendak dikembangkan oleh kedua mata kuliah ini. Hal demikian juga
perlu pemberian penekanan fungsi yang berbeda dari kedua mata kuliah.
Jika
merujuk pada tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendidikan
kewarganegaraan yang terdapat dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003,
maka terungkap bahwa fungsi
pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah
sebagai
pendidikan demokrasi dan pendidikan kebangsaan.
Sebagai pendidikan demokrasi karena bertujuan membentuk warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab (pasal 3), dan sebagai
pendidikan kebangsaan karena bertujuan membentuk warga negara yang
memiliki semangat kebangsaan dan cinta tanah air (pasal 37). Jika
demikian, dengan sederhana dapat diusulkan mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) memuat fungsi sebagai pendidikan demokrasi,
sedang mata kuliah Pendidikan Pancasila mengemban fungsi
sebagai pendidikan kebangsaan. Jika dua fungsi ini telah ditetapkan
dan terbedakan maka selanjutnya dapat dikembangkan sejumlah materi
pembelajaran (instructional
material)
yang dapat mendukung fungsi dari mata kuliah tersebut. Fungsi dari
mata kuliah tersebut sekaligus menunjukkan jatidiri mata kuliah yang
bersangkutan.
Namun
demikian, jika hanya dua fungsi pendidikan yang diemban oleh kedua
mata kuliah tersebut, bagaimana dengan fungsi-fungsi lain yang
sesungguhnya juga bisa dimuat oleh pendidikan kewarganegaraan sebagai
program kurikuler? Misal, fungsinya sebagai pendidikan kesadaran
hukum, pendidikan nilai moral/karakter, pendidikan HAM, pendidikan
multikultural, pendidikan anti korupsi, pendidikan kesadaran
lingkungan, pendidikan kewarganegaraan (civic
education)
dalam arti sempit.
Apabila
memang diinginkan bahwa kedua mata kuliah tersebut memuat pula
sejumlah fungsi pendidikan di atas, perlu pemetaan ulang dan
pembedaan fungsi yang diemban, sehingga_sekali lagi_tidak terjadi
overlapping.
Sebab jika terjadi tumpang tindih rumusan fungsinya akan berpengaruh
pula pada overlapping
materi pembelajarannya.
Berdasar
masalah di atas, menurut hemat penulis, Pendidikan
Pancasila
lebih baik memuat fungsi atau jatidirinya sebagai pendidikan
nilai/moral atau karakter
dan pendidikan
kesadaran hukum, termasuk kesadaran berkonstitusi.
Sebab secara konseptual, Pancasila merupakan jatidiri bangsa yang
didalamnya memuat nilai-nilai luhur bangsa. Di samping itu Pancasila
sebagai dasar negara memiliki implikasi yuridis sebagai sumber hukum
yang nantinya tercermin dalam UUD 1945. Sementara itu, PKn
dapat mengemban fungsi sebagai pendidikan
kebangsaan dan pendidikan demokrasi,
ditambahkan sebagai pendidikan HAM, multikultural dan pendidikan
kewarganegaraan dalam arti sempit.
Dengan
demikian, apabila jatidiri dari kedua mata kuliah tersebut sudah
jelas dan terbedakan, maka akan lebih mudah untuk merumuskan
kompetensi (tujuan pembelajaran) dan isi (materi pembelajaran) dari
mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan di
perguruan tinggi.
Oleh
karena itu di bawah ini, penulis akan mencoba merumuskan sejumlah
visi, misi, , tujuan, kompetensi dan materi pendidikan dari PKn dalam
fungsinya sebagai pendidikan kebangsaan, pendidikan demokrasi,
pendidikan HAM, multikultural dan pendidikan kewarganegaraan dalam
arti sempit.
Visi
Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
Sebagai
kelompok matakuliah pengembangan kepribadian yang memberi orientasi
bagi mahasiswa dalam memantapkan wawasan dan kesadaran kebangsaan,
cinta tanah air, demokrasi , penghargaan atas keragamaan dan
partisipasinya membangun bangsa berdasar Pancasila
Misi
Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
Sebagai
kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian yang menyelenggarakan
pendidikan kebangsaan, demokrasi , HAM, multikulural dan
kewarganegaraan kepada mahasiswa guna mendukung terwujudnya warga
negara yang cerdas, trampil dan berkarakter sehingga dapat diandalkan
guna membangun bangsa dan negara berdasar Pancasila dan UUD 1945
sesuai dengan bidang keilmuan dan profesinya.
Sumber
http://winarno.staff.fkip.uns.ac.id/
0 comments:
Posting Komentar