CIVICS AND GOVERNMENT
(MAKALAH)
Disusun Oleh:
MUHAMMAD MONA ADHA
MEITA PURNAMASARI
B A B I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 Pasal 3 dan 4 yang berbunyi sebagai berikut:
‘’Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia (Pasal 3). Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Pasal 4)’’
Apabila diperhatikan, pada hakikatnya Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk menyiapkan para siswa sebagai warga masyarakat sekaligus sebagai warga negara yang baik. Sehubungan dengan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka Pendidikan Kewarganegaraan pada jenjang persekolahan secara konseptual mengandung komitmen utama dalam pencapaian tujuan pengembangan kepribadian yang mantap dan mandiri (Desirable Personal Qualities) serta rasa tanggung jawab (Responsibility) kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pendidikan Kewarganegaraan atau dikenal dengan istilah lain ‘Civics’ (Somantri, 2001; 281) merumuskan definisi civics dengan:‘’Ilmu Kewarganegaraan yang membicarakan hubungan manusia dengan: (a) manusia dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisasi (organisasi sosial, ekonomi, politik); (b) individu-individu dan dengan negara ‘’. Bahkan Stanley E.Dimond (Somantri, 2001: 282) memperjelas rumusan citizenship dengan program Civics di sekolah sebagai berikut:
‘’Citizenship as it relates to school activities has two –fold meaning. In a narrow-sense, citizenship includes only legal status in country and the activities closely related to the political function-voting, governmental organization, holding of public office, and legal right and responsibility ( Dimond, 1961:26)’’
Lebih lanjut dijelaskan dalam bukunya Numan Somantri (2001: 282) bahwa hampir semua definisi Civics tersebut intinya menyebut government, hak dan kewajiban sebagai warga dari sebuah negara.
Dengan demikian Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu bidang kajian yang mempunyai objek telaah kebajikan dan budaya kewarganegaraan, menggunakan disiplin ilmu pendidikan dan ilmu politik , yaitu demokrasi politik.
Berdasarkan uraian
di atas , maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
- Apakah pengertian dari civics itu?
- Apakah pengertian dari government?
- Bagaimana keterkaitan antara civics dan government?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun
yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah:
- Sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan yang dibimbing oleh Dosen: Prof.Dr. A.Azis Wahab,M.A (Ed.)
- Sebagai salah satu sarana untuk menambah ilmu dan wawasan pengetahuan serta memperdalam tentang Civics dan Government
D. Sistematika
Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
- Rumusan Masalah
- Tujuan Penulisan
- Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
- Pengertian Civics dan Perkembangannya
- Pengertian Government
- Keterkaitan Civics dan Government
BAB III KESIMPULAN
B A B II
PEMBAHASAN
- PENGERTIAN CIVICS DAN PERKEMBANGANNYA
Secara
historis, mata pelajaran civics untuk pertama kalinya diperkenalkan
di USA pada pertengahan tahun 1880-an (Budimansyah, 2008: 2). Civics
dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah selama abad ke-19, ketika
sebagian besar orang-orang berimigrasi ke Amerika Serikat yang
berasal dari benua Eropa seperti Perancis, Inggris, Jerman, Belanda,
Italia, Spanyol, Portugis dan lainnya, dimana anak-anak mereka
memiliki pengetahuan yang sedikit sekali tentang masalah Amerika.
Itulah sebabnya pemerintah Amerika Serikat berusaha untuk
mempersatukan bangsa Amerika melalui kegiatan pendidikan di sekolah.
Seorang
ahli bernama Cresshore (1886), pada waktu itu mengartikan civics
sebagai ‘ the
science of citizenship
‘ atau Ilmu Kewarganegaraan, yang isinya mempelajari hubungan antar
individu, dan antara individu dengan negara. Istilah civics dan civic
education, ternyata lebih cenderung digunakan untuk mata pelajaran di
sekolah yang memiliki tujuan utama mengembangkan siswa sebagai warga
negara yang cerdas dan baik ( Somantri: 2001).
Winataputra, seperti
yang dikutip oleh Budimansyah (2008; 4) merumuskan pengertian civics
sebagai berikut:
‘’Civics is the
study of government taught in the schools. It is an area of learning
dealing with how democratic government has been and should be carried
out, and how the citizen should carry out his duties and rights
purposefully with full responsibility’’.
Civics
atau kewarganegaraan sebagai suatu studi tentang pemerintahan yang
dilaksanakan disekolah, yang merupakan mata pelajaran tentang
bagaimana pemerintahan demokrasi
dilaksanakan dan dikembangkan, serta bagaimana warga negara
seyogyanya melaksanakan hak dan kewajibannya secara sadar dan penuh
rasa tanggung jawab.
Menurut
Stanley E. Dimond dan Elmer F. Peliger (1970: 5) secara terminologis
civics diartikan studi yang berhubungan dengan tugas-tugas
pemerintahan dan hak kewajiban warga negara. Pada tahun 1886 civics
adalah suatu ilmu tentang kewarganegaraan yang berhubungan dengan
manusia sebagai individu dalam suatu perkumpulan yang terorganisir
dalam hubungannya dengan negara (Somantri, 1976: 45).
Civics
sebagai ilmu kewarganegaraan bermanfaat bagi pemerintah dalam rangka
mempersatukan warga negaranya. Dari gambaran tersebut, jelaslah bahwa
kemunculan Civics dalam tatanan ilmu pengetahuan sangat bermanfaat
bagi pemerintah dan warga negara. Civics sebagaimana ilmu politik,
memiliki persyaratan-persyaratan ilmu sebagaimana diuraikan di atas,
walaupun tidak dapat disamakan dengan ilmu pengetahuan alam.
Sebagaimana diuraikan oleh A. Appadorai dalam bukunya The
Substance of Politics,
(Oxford University Press, London, 1952: 7):
‘’Politics, like other social sciences has a scientific character
because the
scientific method is applicable to its phenomena, viz. The
accumulation of
facts,
the linking of these together in causal sequences and the
generalization
from the latter of fundamental principles or laws’’.
Beberapa
definisi civics berikutnya dikemukakan oleh Stanley Dimond dalam
bukunya Civics
For Citizens,
yang menjelaskan arti civics dengan:
‘’Legal status in a country and the activities closely related to
the political
function: voting, governmental, organization, holding of public
office,
and
legal rights responsibilities’’. (Stanley Dimond, Civics For
Citizens,
New
York, Lippencot,1970: 36)
Definisi
tersebut lebih memperjelas definisi civics yang dikemukakan oleh
Creshore, karena batasan yang dikemukakan oleh Stanley Dimond secara
jelas telah memperinci hubungan antara warga negara dengan negara.
Civics diartikan sama dengan legal
status
ataupun status formil dari warga negara, yang meliputi antara lain:
- Political function, yaitu memperhatikan fungsi dan aktivitas struktur formal dari lembaga-lembaga politik.
- Voting, yaitu masalah pemilihan umum sebagai ciri demokrastis.
- Holding of public office, adalah pengaturan dari berbagai lembaga pemerintah yang akan memberikan pelayanan kepada masyarakat.
- Govermental organization, yaitu organisasi pemerintah yang merupakan organisasi puncak dalam suatu negara yang dapat melaksanakan kehendaknya demi tercapainya tujuan negara.
- Legal rights and responsibilities, adalah yang berkaitan dengan hak-hak legal serta tanggung jawab dari setiap warga negara dalam melaksanakan tugasnya.
Dari
definisi tersebut terlihat dengan jelas bahwa inti yang dikembangkan
dalam pelajaran civics adalah ‘’demokrasi politik’’. Definisi
selanjutnya dikemukakan oleh Carter Van Good, dalam Dictionary
of Education,
yang menjelaskan pengertian civics dengan: ‘’the elements of
political science or that branch of political science dealing with
the rights and duties of citizens’’ (Carter Van Good: 71).
Dapat
dijelaskan berdasarkan
pendapat di atas bahwa civics merupakan unsur dari ilmu politik
atau merupakan cabang dari ilmu politik yang berisi tentang hak dan
kewajiban warga negara.
Memang benar bahwa
setiap warga negara hendaknya memiliki pengetahuan politik tentang
negaranya. Namun atas dasar pertimbangan psikologis, para pelajar
belum memiliki kematangan berfikir tentang ilmu politik. Itulah
sebabnya ilmu politik perlu disederhanakan sedemikian rupa sesuai
dengan perkembangan pelajar (baik usia, perkembangan berfikir,
pengalaman, lingkungan siswa maupun kebutuhan siswa), diberikanlah
pelajaran civics pada tingkat persekolahan.
Definisi
civics berikutnya dikemukakan oleh Turner, Long, Bowes dan Lott dalam
bukunya civics (Citizen In Action yang mengemukakan: ‘’Civics is
the study of the rights and the responsibilities of the people’’.
Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa, civics merupakan suatu
studi tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari warga negara.
Demikian
pula dari berbagai Ensiklopedia banyak dikemukakan batasan tentang
civics sebagaimana uraian berikut ini. A.s. Hornby, EV. Gatenby dan
W. Wakefield, dalam The Advence Learner’s Dictionary of Current
English, menjelaskan bahwa civics merupakan ‘’Study
of city government, the rights and duties of citizens, etc’’.
(1963: 167). Civics merupakan suatu studi tentang pemerintahan kota,
hak-hak serta kewajiban-kewajiban dari warga negara, dan sebagainya.
Selanjutnya
The New Lexicon Webster International Dictionary, Volume One, The
English Language Institute of America, Inc. Mengungkapkan: ‘’Civics
(L. Civicus), n, the Political science of the rights and duties of
citizens, and of civic
affairs’’.
(1977: 184).
Dari
pendapat tersebut dapat diuraikan bahwa civics yang berasal dari
bahasa Latin Civicus,merupakan
ilmu politik yang membahas hak-hak dan kewajiban-kewajiban warga
negara, serta masalah-masalah warga negara.
Dengan
demikianlah jelaslah bahwa civics banyak membahas persoalan-persoalan
warga negara, khususnya mengenai hak dan kewajiban warga negara dalam
suatu negara. Berikutnya, salah satu ensiklopedia yang berbahasa
Perancis, adalah Dictionnaire Encyclopedique Pour Tous, Petit
Larousse Illustre, Librairie Larousse, yang menjelaskan
bahwa:’’Civique,
Qui concerne le citoyen’’.
(1975 : 215).
Dari pandangan
tersebut dapat diterjemahkan bahwa civics yang berasal dari bahasa
Latin Civics, warga negara, yang membahas warga negara.
Dari
uraian-uraian tersebut di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa
Civics,
diberikan pada tingkat persekolahan dengan maksud agar para pelajar
mengenal, memahami serta mampu melaksanakan apa yang menjadi hak,
maupun apa yang menjadi kewajibannya dalam hidup bernegara.
Banyak
hal yang harus diketahui warga negara dalam kehidupan bernegara, yang
antara lain meliputi:
- Bagaimana caranya setiap warga negara memperoleh hak-hanya, serta menerapkannya dalam kegiatan sehari-hari.
- Bagaimana membina hubungan antara warga negara dengan negara, maupun hubungan antara warga negara dengan warga negara
- Bagaimana caranya setiap warga negara melaksanakan kewajibannya seperi membela negara dan lain sebagainya
- Bagaimana pemerintah memberi perlindungan terhadap hak azasi manusia bagi setiap warga negaranya
- Bagaimana caranya setiap warga negara mampu mengatur dirinya sendiri serta mengatur berbagai macam kepentingan umum dalam bentuk peran serta, kerjasama dan koordinasi.
Secara
rinci ilmu kewarganegaraan membahas tentang konsep, teori, paradigma
tentang peranan warga negara dalam berbagai aspek kehidupan;
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Permasalahan yang dikaji
berkenaan dengan hubungan warga negara dengan negara, yang terlibat
secara timbal balik dengan hampir seluruh kegiatan dasar manusia
(Basic
Human Activities)
dalam bidang dan kegiatan: politik, ekonomi, hukum, komunikasi,
transportasi, keamanan dan ketertiban, kesehatan, serta nilai-nilai
kesenian dan agama.
- Pengertian Government
Istilah
pemerintah (government)
dapat dibedakan dengan pemerintahan (governing).
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata Pemerintah berarti lembaga
atau orang yang bertugas mengatur dan memajukan negara dengan
rakyatnya. Sedangkan Pemerintahan adalah hal cara, hasil kerja
memerintah, mengatur negara dengan rakyatnya.
Pemerintah
atau ‘’government’’
menurut C.F Strong (Miriam Budiardjo, 2005: 37) adalah organisasi
dalam mana diletakkan…..hak untuk melaksanakan kekuasaan berdaulat
atau tertinggi. Pemerintah dalam arti luas merupakan sesuatu yang
lebih besar daripada suatu badan atau kementerian-kementerian.
Pemerintah mempunyai kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Dari
uraian tersebut nampak bahwa istilah ‘’government’’
mempunyai arti luas yang meliputi kekuasaan legislatif, eksekutif
dan yudikatif. Sedangkan dalam arti sempit adalah suatu pemerintah
yang berdaulat sebagai badan / lembaga yang mempunyai wewenang
melaksanakan kebijakan negara yang terdiri dari Presiden, Wakil
Presiden dan para Menteri (Kabinet).
Pemerintah
merupakan organ negara yang berfungsi sebagai pengatur kehidupan
dalam negara demi tercapainya tujuan negara. Pemerintah
diselenggarakan dalam rangka pencapaian kesejahteraan bersama bagi
warga masyarakat.
Jadi
bila seseorang telah menjadi aparat pemerintah maka yang bersangkutan
dituntut untuk memiliki seni dalam memerintah, seperti kemampuan dan
kemahiran cara menyuruh pihak lain mengerjakan tugas-tugas, memiliki
cita rasa yang tinggi dalam pembangunan segala sektor, mempunyai
penampilan yang khas sebagai penguasa yang menjadi sentral perhatian,
panutan dan kebanggaan sehingga cenderung baikan main drama, dimana
teaternya adalah lembaga tempat yang bersangkutan bekerja dan
lakonnya adalah penyelenggaraan
pemerintahannya sendiri(governing).
- Pemerintahan yang BersihSecara sederhana, pemerintahan yang bersih dapat dijelaskan sebagai kondisi pemerintahan yang para pelaku yang terlibat di dalamnya menjaga diri dari perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Korupsi adalah perbuatan pejabat pemerintah yang menggunakan uang pemerintah dengan cara-cara yang tidak legal. Kolusi adalah bentuk kerjasama antara pejabat pemerintah dengan oknum lain secara ilegal pula (melanggar hukum) untuk mendapatkan keuntungan material bagi mereka. Nepotisme adalah pemanfaatan jabatan untuk memberikan pekerjaan, kesempatan atau penghasilan, bagi keluarga atau kerabat dekat pejabat, sehingga menutup kesempatan bagi orang lain.
Tindak korupsi
bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut
berbagai hal yang bersifat kompleks. Penyebabnya bisa berasal dari
faktor internal pelaku korupsi, maupun dari situasi lingkungan yang
kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Menurut Sarlito W.
Sarwono, tidak ada jawaban yang persis untuk penyebab korupsi; tetapi
ada dua hal yang jelas, yakni:
- Dorongan dari dalam diri sendiri (seperti keinginan, hasrat, kehendak)
- Rangsangan dari luar (seperti dorongan dari teman, adanya kesempatan, kurang kontrol)
Pemerintahan
yang penuh dengan KKN biasanya tergolong kedalam pemerintahan yang
tidak bersih. Akibatnya akan menyebabkan biaya ekonomi tinggi oleh
penyimpangan insentif; biaya politik oleh penjarahan atau
penggangsiran terhadap satu lembaga publik; dan biaya sosial
oleh;pembagian kesejahteraan dan pembagian kekuasaan yang tidak
semestinya.
2.
Peraturan
yang terkait dengan Pemberantasan Korupsi
Sejak
Indonesia memasuki era transisi menuju demokrasi di tahun 1999, citra
negeri ini di dunia internasional terus terpuruk. Antara tahun 1999
hingga 2003, Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat korupsi
yang sangat buruk, bahkan paling buruk di seluruh Asia. Agar
pemerintahan bebas dari rongrongan KKN, maka para pejabat pemerintah
dan politisi, baik di eksekutif, birokrasi, maupun badan legislatif,
pusat maupun daerah, hendaknya mengindahkan nilai-nilai moralitas.
Adapun sikap-sikap moral tersebut adalah kejujuran terhadap diri
sendiri dan orang lain; menjauhkan diri dari tindakan melanggar
hukum; kesediaan berkorban demi kemuliaan lembaga dan masyarakatnya;
dan keberanian membawa pesan-pesan moral dalam kehidupan
sehari-harinya sebagai pejabat dan politisi pemerintah.
Berbagai peraturan
perundangan dikeluarkan untuk menjerat pelaku korupsi dengan tindak
pidana, antara lain:
- TAP MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
- Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- CIVICS DAN GOVERNMENT
Socrates
sejak 2500 tahun yang silam telah berkata bahwa tujuan paling
mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good
and smart.
Dalam sejarah Islam, sekitar 1500 tahun yang lalu Muhammad Saw. Sang
Nabi terakhir dalam ajaran Islam, juga menegaskan bahwa misi utamanya
dalam mendidik manusia adalah untuk mengupayakan pembentukan karakter
yang baik (good
character).
Begitu juga Marthin Luther King Jr. Menyetujui pemikiran tersebut
dengan mengatakan, ‘’ Intelligence
plus character, that is the true aim of education’’.
Kecerdasan plus karakter, itulah tujuan yang benar dari pendidikan.
Hal tersebut selaras dengan batasan dari Civics sebagaimana yang
telah dijelaskan dimuka bahwa Civics menekankan pada kualitas
pribadi seseorang (Desirable
personal qualities).
Dalam perkuliahan Landasan dan Teori Pendidikan Kewarganegaraan yang
diberikan oleh Prof.Dr.A.Azis Wahab disebutkan bahwa ‘’ Tujuan
utama karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan adalah meningkatkan
kualitas pribadi yang baik (Pendidikan Karakter) dan meningkatkan
kompetensi dalam melakukan sesuatu pekerjaan (Holding
The Public Office)’’.
Upaya mempersiapkan
generasi baru dari warga negara merupakan suatu tujuan yang telah
disepakati. Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai dua dimensi politik
dan sosial, keduanya menyatu dan terlibat.
CITIZENSHIP EDUCATION DI
INDONESIA
Di Indonesia, pada
awal 1960-an Pendidikan Kewarganegaraan muncul dalam bentuk
indoktrinasi. Kemudian semasa pemerintahan Orde Baru, indoktrinasi
itu berganti menjadi menjadi Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila) yang bukan saja menjadi pelajaran wajib tapi
juga penataran wajib.
Sebenarnya
metode pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut Kurikulum 1968
telah menetapkan pendekatan pemecahan masalah sebagai salah satu
teknik yang disarankan untuk dipergunakan dalam Pendidikan
kewarganegaraan. Akan tetapi banyak faktor yang menyebabkan hal
tersebut tidak dapat terlaksana. Misalnya ujian yang menekankan
hafalan menyebabkan sulitnya pelaksanaan dalam memecahkan masalah.
Pendidikan
Kewarganegaraan seharusnya tidak hanya menekankan kepada bahan-bahan
normatif saja, seperti konten-konten materi tentang ide demokrasi,
konstitusi negara, sistem politik, partai politik, pemilu,
lembaga-lembaga negara, demokrasi politik; akan tetapi dipadukan
dengan proses berpikir kritis dan analitis. Memadukan hafalan dengan
kehidupan yang sebenarnya dalam masyarakat sehingga dapat melahirkan
warga negara yang good
and
smart.
Dalam artian, Pendidikan Kewarganegaraan harus dapat melatih para
siswa menemukan konsensus dalam hidup masyarakat yang demokratis.
Gross dan Zeleny (Somantri, 2001: 313) mengemukakan pentingnya kelas
civics sebagai laboratorium demokrasi, yang akan memberikan
latihan-latihan kepada siswa untuk berpikir, bersikap dan bertindak
demokratis.
Dengan
demikian melalui Pendidikan Kewarganegaraan hendaknya dapat terjadi
perubahan
dan perbaikan moral warga negara;
hal tersebut amat penting jika dikaitkan dengan keinginan mewujudkan
pemerintahan yang bersih.
Ada empat prasyarat
untuk dapat memiliki pemerintahan yang bersih:
- Diperlukan kontrol internal penyelenggara negara berupa perbaikan moral individu penyelenggara negara
- Masyarakat harus perduli terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh anggota masyarakat maupun penyelenggara negara.
- Kemauan untuk memperbaiki budaya yang sudah rusak, termasuk mentalitas paternalistik, ABS ( asal bapak senang ).
- Keinginan (Political will) memperbaiki sistem politik yang ada sehingga dapat menciptakan pemerintahan yang bersih dan terbuka sekaligus melibatkan kontrol masyarakat dalam penyelenggaraan negara.
B A B III
KESIMPULAN
- Winataputra, seperti yang dikutip oleh Budimansyah (2008; 4) merumuskan pengertian civics sebagai berikut: ‘’Civics is the study of government taught in the schools. It is an area of learning dealing with how democratic government has been and should be carried out, and how the citizen should carry out his duties and rights purposefully with full responsibility’’. Civics atau kewarganegaraan sebagai suatu studi tentang pemerintahan yang dilaksanakan disekolah, yang merupakan mata pelajaran tentang bagaimana pemerintahan demokrasi dilaksanakan dan dikembangkan, serta bagaimana warga negara seyogyanya melaksanakan hak dan kewajibannya secara sadar dan penuh rasa tanggung jawab. Civics sebagai ilmu kewarganegaraan bermanfaat bagi pemerintah dalam rangka mempersatukan warga negaranya. Kemunculan Civics dalam tatanan ilmu pengetahuan sangat bermanfaat bagi pemerintah dan warga negara.
- Civics, diberikan pada tingkat persekolahan dengan maksud agar para pelajar mengenal, memahami serta mampu melaksanakan apa yang menjadi hak, maupun apa yang menjadi kewajibannya dalam hidup bernegara.
Banyak hal yang
harus diketahui warga negara dalam kehidupan bernegara, yang antara
lain meliputi:
- Bagaimana caranya setiap warga negara memperoleh hak-hanya, serta menerapkannya dalam kegiatan sehari-hari.
- Bagaimana membina hubungan antara warga negara dengan negara, maupun hubungan antara warga negara dengan warga negara
- Bagaimana caranya setiap warga negara melaksanakan kewajibannya seperi membela negara dan lain sebagainya
- Bagaimana pemerintah memberi perlindungan terhadap hak azasi manusia bagi setiap warga negaranya
- Bagaimana caranya setiap warga negara mampu mengatur dirinya sendiri serta mengatur berbagai macam kepentingan umum dalam bentuk peran serta, kerjasama dan koordinasi.
- Istilah pemerintah (government) dapat dibedakan dengan pemerintahan (governing). Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata Pemerintah berarti lembaga atau orang yang bertugas mengatur dan memajukan negara dengan rakyatnya. Sedangkan Pemerintahan adalah hal cara, hasil kerja memerintah, mengatur negara
- Istilah ‘’government’’ mempunyai arti luas yang meliputi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Sedangkan dalam arti sempit adalah suatu pemerintah yang berdaulat sebagai badan / lembaga yang mempunyai wewenang melaksanakan kebijakan negara yang terdiri dari Presiden, Wakil Presiden dan para Menteri (Kabinet).
- Agar pemerintahan bebas dari rongrongan KKN, maka para pejabat pemerintah dan politisi, baik di eksekutif, birokrasi, maupun badan legislatif, pusat maupun daerah, hendaknya mengindahkan nilai-nilai moralitas. Adapun sikap-sikap moral tersebut adalah kejujuran terhadap diri sendiri dan orang lain; menjauhkan diri dari tindakan melanggar hukum; kesediaan berkorban demi kemuliaan lembaga dan masyarakatnya; dan keberanian membawa pesan-pesan moral dalam kehidupan sehari-harinya sebagai pejabat dan politisi pemerintah.
- Ada empat prasyarat untuk dapat memiliki pemerintahan yang bersih:
- Diperlukan kontrol internal penyelenggara negara berupa perbaikan moral individu penyelenggara negara
- Masyarakat harus perduli terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh anggota masyarakat maupun penyelenggara negara.
- Kemauan untuk memperbaiki budaya yang sudah rusak, termasuk mentalitas paternalistik, ABS ( asal bapak senang )
- Keinginan (Political will) memperbaiki sistem politik yang ada sehingga dapat menciptakan pemerintahan yang bersih dan terbuka sekaligus melibatkan kontrol masyarakat dalam penyelenggaraan negara
- Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya tidak hanya menekankan kepada bahan-bahan normatif saja, seperti konten-konten materi tentang ide demokrasi, konstitusi negara, sistem politik, partai politik, pemilu, lembaga-lembaga negara, demokrasi politik; dipadukan dengan proses berpikir kritis dan analitis.
Memadukan
hafalan dengan kehidupan yang sebenarnya dalam masyarakat sehingga
dapat melahirkan warga negara yang good
and smart.
Dalam artian, Pendidikan Kewarganegaraan harus dapat melatih para
siswa menemukan konsensus dalam hidup masyarakat yang demokratis.
Gross dan Zeleny (Somantri, 2001: 313) mengemukakan pentingnya kelas
civics sebagai laboratorium demokrasi, yang akan memberikan
latihan-latihan kepada siswa untuk berpikir, bersikap dan bertindak
demokratis.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo,
Miriam. (2005). Dasar-Dasar
Ilmu Politik.
Jakarta. Gramedia
Somantri,
M.N. (2001). Menggagas
Pembaharuan Pendidikan IPS.
Bandung. Rosda Karya
Sumantri,E.
(2008). An
Outline of Citizenship and Moral Education in Major Countries
of
Southeast Asia. Bandung.
Bintang Waliartika
Undang-Undang No 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Wahab,A.A
(2008). (Materi
Perkuliahan Teori dan Landasan Pendidikan
Kewarganegaraan;
Pasca Sarjana UPI Bandung)
Winataputra,U.S.
& Budimansyah, D (2007). Civics
Education.Bandung.
SPS UPI Bandung
Zuriah,
Nurul.(2007). Pendidikan
Moral dan Budi Pekerti.
Jakarta. Bumi Aksara
0 comments:
Posting Komentar