Senin, 31 Januari 2011

Project Citizen

MODEL PROJECT CITIZEN UNTUK MENINGKATKAN KECAKAPAN KEWARGANEGARAAN PADA KONSEP KEMERDEKAAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT
Oleh: Muhammad Mona Adha

ABSTRAK

Project Citizen, developed by the Center for Civic Education (CCE), in the last 15 years has been adapted in approximately 50 countries around the world, including Indonesia. As a generic model of `chosen topics of public policy" (public policy), which is applicable in any country. The mission of this model is to educate students to be able to analyze various dimensions of public policy, then the capacity as a "young citizens" or citizens Young tried to give input on public policy in their environment. This research project aims to examine how citizens can improve the skills of citizenship on the concept of freedom of expression. . Seen that the general picture of the average score of the average post-test ¬ citizenship skills in classroom experiment and control appeared to have a difference of 7.44, thus there are significant differences between students' citizenship skills that use the model citizen with a project without treatment. Then, through this research is expected to produce citizens who are qualified and intelligent, creative, participative, prospective, and has a sense of responsibility. Through the project a model citizen can serve as a vehicle to educate the learners to be able to analyze various dimensions of public policy, then the capacity as a "young citizens" or young citizens trying to give input on public policy in their environment based on the step ¬ step project model citizen these, and be able to enhance students' creativity and liveliness in the prows of teaching and learning in the classroom.

Pendahuluan
  1. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran kita selama ini berjalan dengan verbalistik dan berorientasi semata-mata kepada penguasaan isi dari mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Pengamatan terhadap praktek pembelajaran sehari-hari menunjukkan bahwa pembelajaran difokuskan agar siswa menguasai informasi yang terkandung dalam materi pelajaran dan kemudian dievaluasi seberapa jauh penguasaan itu dicapai oleh siswa. Seakan-akan pembelajaran bertujuan untuk menguasai isi dari mata pelajaran tersebut. Bagaimana keterkaitan materi ajar dengan kehidupan sehari-hari dan bagaimana materi tersebut dapat digunakan untuk memecahkan problema kehidupan, kurang mendapat perhatian. Pembelajaran seakan terlepas dari kehidupan sehari-hari, oleh karena itu siswa tidak mengetahui manfaat apa yang dipelajari, seringkali tidak tahu bagaimana menggunakan apa yang telah dipelajari dalam kehidupan siswa.
Berbicara mengenai pendidikan, maka tidak terlepas dari bagiannya yaitu kurikulum. Suryadi dan Budimansyah (2004: 180) mengemukakan bahwa kurikulum sekolah dewasa ini, cenderung menjadi satu-satunya ‘kambing hitam’ yang dituduh sebagai faktor yang mengakibatkan rendahnya mutu pendidikan. Berbagai program peningkatan mutu pendidikan telah dilakukan melalui pembakuan kurikulum sekolah tahun 1975-1976, perubahan kurikulum 1984, dan perubahan kurikulum 1994. Namun sampai saat ini masih terdapat beberapa masalah yang masih menghambat upaya peningkatan mutu, yang sebenarnya boleh jadi bukan disebabkan oleh masalah kurikulum sekolah yang tertulis. Permasalahan-permasalahan itu adalah sebagai berikut:
  1. Proses pembelajaran yang masih terlalu berorientasi terhadap penguasaan teori dan hafalan dalam semua bidang studi menyebabkan pengembangan kemampuan belajar dan penalaran bagi para siswa sebagai inti dari keberhasilan pendidikan menjadi terhambat bahkan cenderung terabaikan.
  2. Kurikulum sekolah yang terlalu terstruktur dan sarat beban mengakibatkan proses pembelajaran di sekolah menjadi steril dengan keadaan dan perubahan lingkungan fisik dan sosial yang terjadi di lingkungan. Keadaan ini menjadikan proses belajar menjadi rutin, tidak menarik, dan tidak mampu memupuk kreatifitas baik untuk murid, guru maupun pengelola pendidikan di sekolah-sekolah untuk mengembangkan pendekatan pembelajaran yang inovatif.
  3. Proses pendidikan dan pembelajaran yang belum dikendalikan oleh suatu sistem penilaian yang terpercaya telah menyebabkan mutu pendidikan belum termonitor secara teratur dan objektif. Sulitnya melakukan perbandingan mutu pendidikan antarwilayah, antardaerah, antarwaktu, antarnegara, dan sebagainya menyebabkan hasil-hasil evaluasi pendidikan tidak bisa berfungsi sebagai sarana umpan balik bagi penyempurnaan pendidikan.
Bertolak dari masalah tersebut, kiranya perlu dilakukan langkah-langkah agar pendidikan dapat membekali peserta didik dengan kecakapan hidup, yaitu kemampuan dan keberanian menghadapi problema kehidupan, kemudian secara kreatif menemukan solusi serta mampu mengatasinya. Pendidikan yang dapat mensinergikan berbagai mata pelajaran/mata diklat/mata-kuliah menjadi kecakapan hidup yang diperlukan seseorang, di manapun ia berada, bekerja atau tidak bekerja, apapun profesinya. Dengan bekal kecakapan hidup yang baik, diharapkan para lulusan akan mampu memecahkan problema kehidupan yang dihadapi, termasuk mencari atau menciptakan pekerjaan bagi mereka yang tidak melanjutkan pendidikannya. Dan juga dapat “…mendorong keterbukaan intelektual, …” (Jawwad, 2004: 48).
Pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran yang sangat dominan untuk mewujudkan kualitas baik proses maupun lulusan (output) pendidikan. Dan hal ini pun sangat tergantung pada guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Muchith di bawah ini:
Artinya pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru dalam melaksanakan atau mengemas proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilaksanakan secara baik dan tepat akan memberikan kontribusi sangat dominan bagi siswa, sebaliknya pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara yang tidak baik akan menyebabkan potensi siswa sulit dikembangkan atau diberdayakan. (Muchith, 2008: 1)
Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa, posisi guru memegang peranan penting untuk mengolah isi materi yang akan disampaikan kepada siswa di kelas. Semakin berkualitas baik itu dari segi isi materi dan strategi yang digunakan oleh guru, maka akan semakin baik hasilnya bagi siswa.
Senada dengan pendapat di atas, Banks (1997: 99) mengemukakan bahwa
Teachers, as well as other educators and leaders, must play an important role in educating students from diverse groups to become effective citizens in a democratic society. To become thoughtful and active citizens, students must experience democracy in classrooms and in schools. Action speaks much more cogently than words. Consequently, how teachers respond to marginalized students in classroom will to a great extent determine wheter they will experience democracy or oppression in classrooms and schools.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa guru sebagai pendidik dan pemimpin di kelas, hendaknya mampu memegang peranan penting dalam memberikan pengajaran kepada siswa walaupun mereka datang dari latar belakang yang berbeda untuk menjadikan mereka sebagai warga negara yang baik dan cerdas dalam kehidupan masyarakat yang demokratis, dan untuk menjadikan mereka sebagai siswa yang dapat berperan serta serta memiliki pemikiran yang baik.

  1. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah di atas rumusan masalah penelitian yaitu apakah terdapat perbedaan signifikan kecakapan kewarganegaraan antara kelas yang menggunakan model project citizen dengan kelas kontrol. Berdasarkan masalah penelitian di atas, dirumuskan pertanyaan-pertanyan sebagai berikut:
  1. Apakah terdapat perbedaan kecakapan kewarganegaraan antara siswa yang menggunakan model project citizen dengan yang tanpa perlakuan?
  2. Apakah terdapat perbedaan kecakapan intelektual antara siswa yang menggunakan model project citizen dengan yang tanpa perlakuan?
  3. Apakah terdapat perbedaan kecakapan partisipatoris antara siswa yang menggunakan model project citizen dengan yang tanpa perlakuan?

Kajian Pustaka
  1. Pengertian Pembelajaran
Komponen-komponen pembelajaran pada dasarnya diarahkan untuk mencapai tujuan. Melalui hal tersebut, segala usaha baik guru maupun siswa diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Melalui pembelajaran, maka guru dapat memahami tujuan dan arah pembelajaran itu sendiri, sehingga melalui tujuan yang jelas, bukan saja dapat menentukan langkah-langkah pembelajaran dan pengembangan komponen yang lainnya, akan tetapi juga dapat dijadikan kriteria efektifitas proses pembelajaran.
Gagne dalam Sanjaya (2008: 27) mengatakan bahwa
Why do we speak of instruction rather than teaching?It is because we wish to describe all of the events that may have a direct effect on the learning of a human being, not just those set in motion by individual who is a teacher. Instruction may include events that are generated by a page of print, by a picture, by a television program, or by combination of physical objects, among other things. Of course, a teacher may play an essential role in the arrangement of any of these events.”
Berdasarkan pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa pembelajaran merupakan proses belajar yang dialami siswa. Pengalaman belajar siswa juga bisa didapatkan dari berbagai informasi seperti tulisan-tulisan, didapatkan dari gambar-gambar yang berkaitan dengan materi belajar, dan juga bisa didapatkan dari siaran televisi atau gambaran atas gabungan beberapa objek secara fisik dimana guru akan memberikan arahan atau aturan untuk memandu siswa tersebut.

  1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Budimansyah (2007: 34) menjelaskan bahwa Civic Education dikembangkan sebagai central goal dari sistem pendidikan, dipersyaratkan untuk seluruh tingkatan sekolah yang menerapkan pembelajaran yang “of high quality and sufficient quantity,” menggunakan pendekatan yang bersifat “interdisciplinary” dan metode pembelajaran yang bersifat “interactive”.
Desain kurikulum yang menitikberatkan pada “how to think rather than what to think” merefleksikan “community realities” yang mencakup materi “historical” dan contemporary, memperlakukan kelas sebagai “democratic laboratory.” Kontribusi masyarakat dalam “civic education” dan perlibatan siswa dalam masyarakat untuk mendapatkan “civic experiences in the community. Paradigma ini tampaknya merupakan pengembangan secara sinergistik dari tradisi “citizenship transmission, social science dan reflective inquiry dalam social studies.
Citizenship transmission yang dikembangkan adalah pemahaman, penghayatan, dan pelaksanaan hak dan kewajiban sebagai warga negara dalam proses demokrasi konstitusional negaranya, sedangkan dimensi social science yang dikembangkan adalah cara berpikir “interdisciplinary dan inquiry” yang bertolak dari ilmu politik, dan dimensi “reflective inquiry” yang dikembangkan adalah kemampuan dalam “decision making process” mengenai dan dalam praksis demokrasi konstitusional negaranya.

  1. Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia
Winataputra (2001: 131) memperhatikan perkembangan pemikiran tentang civic dan civic education, atas dasar kajiannya secara teoritik, Winataputra merumuskan pengertian pengertian “civics,” citizenship/civic education” sebagai berikut:
  1. Civics is the study of government taught in the schools. It is an area of learning dealing with how democratic government has been and should be carried out, and how the citizen should carry out his duties and rights purposefully with full responsibility.”
  2. Civic/Citizenship education can be defined in two ways:
  1. In the first sense, Civic Education is an area of learning, primarily intended to develop knowledge attitudes, and skills so the students become “good citizens, with learning experiences carefully selected and organized around the basic concepts of political science,
  2. In another sense, Civic Education is a by-product of variety of areas of learning undertaken in and out-of formal school sttings as well as a by-product of a complex network of human interactions in daily activities concerned with the development of civic responsibility.”
Disimpulkan berdasarkan pendapat Winataputra di atas mengenai definisi mengenai pendidikan kewarganegaraan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang berisikan tentang pemerintahan yang diajarkan di sekolah, dimana dalam keadaan pemerintahan yang demokratis tersebut, warga negara hendaknya melaksanakan hak dan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab.
Definisi pendidikan kewarganegaraan berikutnya menurut Winataputra, bahwa pendidikan kewarganegaraan juga berisikan tentang bagaimana mengembangkan sikap, keterampilan siswa untuk menjadi warga negara yang baik, dimana siswa bisa mendapatkannya melalui pengalaman belajar dan memiliki konsep-konsep dasar ilmu politik. Juga dalam pendidikan kewarganegaraan, siswa dapat berinteraksi melalui kehidupan sehari-hari untuk berkembang menjadi warga negara yang bertanggung jawab.

  1. Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan
Budimansyah (2008: 11) menjelaskan bahwa mata pelajaran PPKn memiliki tiga misi besar. Pertama, misi “conservation education”, yakni ‘…mengembangkan dan melestarikan nilai luhur Pancasila’; kedua, misi ‘social and moral development,’ yakni ‘…mengembangkan dan membina siswa yang sadar akan hak dan kewajibannya, taat pada peraturan yang berlaku, serta berbudi pekerti luhur’; dan ketiga, fungsi “socio-civic development,” yakni ‘…membina siswa agar memahami dan menyadari hubungan antar sesame anggota keluarga, sekolah, dan masyarakat, serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

  1. Ruang Lingkup Materi Pendidikan Kewarganegaraan di Persekolahan
Ketentuan mengenai kedalaman muatan kurikulum dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi mata pelajaran PKn meliputi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Dalam standar isi dijelaskan ruang lingkup PKn yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
  1. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan.
  2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional.
  3. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.
  4. Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong-royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara.
  5. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yan pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dan konstitusi.
  6. Kekuasaan dan Politik meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan system politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi.
  7. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.
  8. Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.

  1. Program Project Citizen
Project citizen yang dikembangkan oleh Center for Civic Education (CCE), dalam 15 tahun terakhir ini telah diadaptasi di sekitar 50 negara di dunia, termasuk Indonesia. Model ini bersifat generik atau umum dan mendasar yang dapat dimuat materi yang relevan di masing-masing negara. Sebagai model dipilih topik generik “publik policy” (kebijakan publik), yang memang berlaku di negara manapun. Misi dari model ini adalah mendidik para peserta didik agar mampu untuk menganalisis berbagai dimensi kebijakan publik, kemudian dengan kapasitasnya sebagai “young citizen” atau warga negara muda mencoba memberi masukan terhadap kebijakan publik di lingkungannya. Hasil yang diharapkan adalah kualitas warga negara yang “cerdas, kreatif, partisipatif, prospektif, dan bertanggung jawab”.
Program ini merupakan paket pembelajaran “Civic Education” yang dirancang untuk mengembangkan minat dan kemampuan siswa sekolah lanjutan untuk berpartisipasi dengan berkemampuan dan penuh tanggung jawab dalam pemerintahan lokal dan pemerintahan negara bagian. Proyek ini diselenggarakan oleh CCE bekerjasama dengan “National Conference of State Legislatures.” Untuk melihat dampak dan efektifitas dari program ini, telah diadakan suatu assessment yang dikerjakan oleh suatu tim di bawah pimpinan Kenneth W. Tolo (1998).
Model Project Citizen dikarenakan memang sifatnya yang generik dan universal, maka paket pembelajaran ini telah diadopsi oleh 50 negara bagian di Amerika, dan diadopsi oleh berbagai negara di luar USA seperti Albania, Argentina, Bosnia dan Herzegovina, Brazil, China, Columbia, Croatia, Czech Republic, Dominican Republic, Hungary, Indonesia, Israel, Jordan, Kosovo, Kazakstan, Latvia, Lebanon, Macedonia, Mongolia, Nicaragua, Nigeria, Oman, Palestine, Lithuania, Mexico, Northern Ireland and the Republic of Ireland, Poland, Romania, Russia, Slovakia, dan Uruguay. Di masing-masing negara yang mengadopsi paket pembelajaran ini adalah paket yang dikembangkan oleh CCE yang diterjemahkan ke dalam bahasa nasionalnya masing-masing dengan adaptasi sebagian dari isinya sesuai dengan konteks negaranya masing-masing. Dan masih terdapat beberapa negara yang masih mempertimbangkan untuk menggunakan paket pembelajaran ini.
Budimansyah (2009: 23) strategi instruksional yang digunakan dalam model ini, pada dasarnya bertolak dari strategi “inquiry learning, discovery learning, problem solving learning, research-oriented learning,” yang dikemas dalam model “project” ala John Dewey. Dalam hal ini ditetapkan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Mengidentifikasi masalah kebijakan publik dalam masyarakat.
  2. Memilih suatu masalah untuk dikaji oleh kelas.
  3. Mengumpulkan informasi yang terkait pada masalah itu.
  4. Mengembangkan portofolio kelas.
  5. Menyajikan portofolio di hadapan dewan juri.
  6. Melakukan refleksi pengalaman belajar.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Kuasi Eksperimen. Dalam penelitian, yang menjadi fokus adalah pengaruh pembelajaran konsep kemerdekaan mengemukakan pendapat dengan model project citizen untuk meningkatkan kecakapan kewarganegaraan siswa. Penelitian bermaksud melihat hubungan sebab akibat. Variabel bebasnya adalah model project citizen pada konsep kemerdekaan mengemukakan pendapat, sedangkan variabel terikatnya adalah kecakapan kewarganegaraan. Metode yang digunakan adalah penelitian kuasi eksperimen (Best, 1982). Metode tersebut dilakukan untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimental sesungguhnya, dalam keadaan tidak memungkinkan untuk mengontrol atau mengendalikan semua variabel.

Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil penelitian tentang model project citizen untuk meningkatkan kecakapan kewarganegaraan dapat dilihat di bawah ini:
  1. Pembelajaran PKn dengan Model Project Citizen berpengaruh signifikan terhadap Kecakapan Kewarganegaraan (civic skill) siswa
Model Project Citizen untuk meningkatkan kecakapan kewarganegaraan berpengaruh secara signifikan. Untuk langkah mengidentifikasi masalah menghasilkan p-value sebesar 0,578, langkah memilih masalah menghasilkan p-value sebesar 0,890, langkah mengumpulkan informasi menghasilkan p-value 0,155, langkah mengembangkan portofolio menghasilkan p-value sebesar 0,459, langkah menyajikan portofolio menghasilkan p-value 0,624, dan langkah merefleksikan pengalaman belajar menghasilkan p-value sebesar 0,624. Hal ini menunjukkan bahwa model project citizen berpengaruh secara signifikan untuk meningkatkan kecakapan kewarganegaraan.
Kuatnya pengaruh secara signifikan antara model project citizen untuk meningkatkan kecakapan kewarganegaraan dapat dianalisis dari beberapa hal: Pertama: model project citizen bersifat alamiah bagi siswa. Artinya, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktikkan berpikir kritis, berinteraksi dan berdiskusi dengan teman-teman sekelas, melakukan negosiasi, bekerjasama dan membuat keputusan terbaik untuk kepentingan umum.
Hal tersebut sejalan dengan paham konstruktivistik yang dikemukakan oleh Glaserfeld dalam Budiningsih (2008: 57) bahwa ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu; (1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, (2) kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, dan (3) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada lainnya. Manusia dapat mengetahui sesuatu dengan menggunakan indranya. Melalui interaksinya dengan objek lingkungan, misalnya dengan melihat, mendengar, menjamah, membau, atau merasakan, seseorang dapat mengetahui sesuatu. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ditentukan, melainkan sesuatu proses pembentukan. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya, pengetahuan dan pemahamannya akan objek dan lingkungan akan lebih meningkat. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seorang (guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka (Lorsbach & Tobin dalam Komalasari, 2008).
Misi dari model ini adalah mendidik para peserta didik agar mampu untuk menganalisis berbagai dimensi kebijakan publik, kemudian dengan kapasitasnya sebagai “young citizen” atau warga negara muda mencoba memberi masukan terhadap kebijakan publik di lingkungannya. Hasil yang diharapkan adalah kualitas warga negara yang “cerdas, kreatif, partisipatif, prospektif, dan bertanggung jawab.”
Project Citizen yang diadaptasi di Indonesia memiliki karakteristik substantif dan psiko-pedagogis sebagai berikut:
  1. Bergerak dalam konteks substantif dan sosial-kultural kebijakan publik sebagai salah satu koridor demokrasi yang berfungsi sebagai wahana interaksi warga negara dengan negara dalam melaksanakan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya sebagai warga negara Indonesia yang cerdas, partisipatif dan bertanggung jawab, yang secara kurikuler dan pedagogis merupakan misi utama pendidikan kewarganegaraan.
  2. Menerapkan model “portfolio-based learning” atau “model pembelajaran berbasis portofolio” dan portfolio-assissted assessment” atau “penilaian berbasis portofolio” yang dirancang dalam desain pembelajaran yang memadukan secara sinergis model-model “social problem solving (pemecahan masalah), social inquiry (penelitian sosial), “social involvement (perlibatan social), cooperative learning (belajar bersama), simulated hearing (simulasi dengar pendapat), deep-dialogue and critical thinking (dialog mendalam dan berpikir kritis), value clarification (klarifikasi nilai), democratic teaching (pembelajaran demokratis).” Dengan demikian model ini potensial menghasilkan “powerful learning” atau belajar yang berbobot dan bermakna yang secara pedagogis bercirikan prinsip “meaningful (bermakna), integrative (terpadu), value based (berbasis nilai), challenging (menantang), activating (mengaktifkan), and joyful (menyenangkan).”
  3. Kerangka operasional pedagogis dasar yang digunakan adalah modifikasi langkah strategi pemecahan masalah dengan langkah-langkah: identifikasi masalah, pemilihan masalah, pengumpulan data, pembuatan portofolio, showcase, dan panel sajian (portofolio tayangan) dan file dokumentasi (bundel dokumentasi) dikemas dengan menggunakan sistematika identifikasi dan pemilihan masalah, alternatif kebijakan, usulan kebijakan, dan rencana tindakan. Sementara itu kegiatan showcase didesain sebagai forum dengar pendapat (simulated public hearing).
Dalam pembelajaran berbasis portofolio, kecakapan kewarganegaraan (civic skill), dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan siswa.



  1. Model Pembelajaran Project Citizen dalam Pendidikan Kewarganegaraan
  1. Mengidentifikasi Masalah
Tahap mengidentifikasi masalah para siswa diberi pokok bahasan “Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat” mencakup nilai-nilai dan fakta-fakta yang saat ini terjadi di lingkungan sekitar siswa. Untuk mengidentifikasi masalah, siswa diawali dengan membaca dan mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan di masyarakat. Pada tahap ini guru memberikan beberapa potongan koran pada tiap-tiap kelompok untuk memandu siswa untuk menemukan masalah-masalah yang terjadi di lingkungan masyarakat. Berdasarkan hasil pengolahan data, maka untuk pembelajaran model project citizen pada tahap mengidentifikasi masalah, siswa sudah mampu untuk melakukannya dengan baik. Siswa sudah memahami masalah-masalah apa saja yang akan diajukan ke depan kelas berdasarkan pengamatan dan pencarian informasi yang dilakukan sebelumnya.
  1. Memilih Masalah
Pada tahap memilih masalah guru berperan memotivasi para siswa untuk melakukan pemungutan suara (voting). Agar masalah yang dipilih siswa merupakan permasalahan yang memang mendesak untuk dibahas dan digali lebih dalam. Dimana pada tahap ini dilakukan dua tahap, yaitu pada tahap pertama siswa diberikan kesempatan untuk memberikan suaranya untuk memilih dari beberapa permasalahan yang telah ditulis di papan tulis yang merupakan hasil identifikasi masing-masing kelompok. Kemudian pada bagian yang kedua, siswa kembali memberikan suaranya pada judul permasalahan yang masuk ke dalam tiga besar. Dan pada bagian voting kedua inilah, maka akan ditentukan dua judul permasalahan yang akan menjadi bahan kajian kelas.
Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai nilai rata-rata tiap-tiap item soal pada tahap memilih masalah di atas dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan tahap ini sudah berjalan dengan cukup baik dengan melihat nilai rata-rata mereka yang mendekati nilai rata-rata 3,81 untuk nilai rata-rata yang paling kecil, dan 4,25 untuk nilai rata-rata yang paling besar untuk tahap memilih masalah. Dengan demikian siswa sudah mampu untuk memilih masalah yang nantinya akan dijadikan bahan kajian kelas. khususnya untuk memilih bahan kajian kelas, dan mempertahankan pendapat.
  1. Mengumpulkan Informasi
Pada tahap ini siswa mulai bekerja untuk mencari informasi dari media cetak, media elektronik, dan juga mendapatkan informasi dari narasumber yang kompeten yang sesuai dengan bahan kajian kelas. Dimana pencarian informasi tambahan ini bisa didapat dari hasil wawancara, dari surat kabar, maupun sumber-sumber informasi lainnya yang relevan. Pada tahap ini siswa harus mampu memutuskan tempat-tempat atau dimana mereka bisa mendapatkan informasi.
Berdasarkan hasil pengolahan data untuk nilai rata-rata pada tahap mengumpulkan informasi, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan siswa pada tahap mengumpulkan informasi sudah dapat melakukannya dengan cukup baik, dimana nilai rata-rata yang paling kecil adalah 2,84, dan nilai rata-rata yang paling besar adalah 4,34 pada tahap tersebut. Pada tahap ini, secara keseluruhan siswa sudah mampu untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dengan cukup baik untuk mendukung permasalahan yang menjadi bahan kajian kelas.
  1. Mengembangkan Portofolio Kelas
Portofolio terbagi dalam dua bagian yakni portofolio tayangan dan portofolio dokumentasi. Portofolio tayangan berbentuk panel empat muka berlipat secara berurutan menyajikan:
  1. Rangkuman permasalahan yang dikaji.
  2. Berbagai alternatif kebijakan pemecahan masalah.
  3. Usulan kebijakan untuk memecahkan masalah.
  4. Pengembangan rencana kerja/tindakan.
Portofolio dokumentasi dikemas dalam map ordner atau sejenisnya yang disusun secara sistematis mengikuti urutan portofolio tayangan.
Kelompok-kelompok yang telah terbentuk mempunyai tanggung jawab yang harus dijalankan, dimana kelompok ini beranggotakan tim peneliti yang mencari data di lapangan seperti perpustakaan, mengakses internet, wawancara dengan guru di sekolah dan orang tua di rumah. Mereka sudah mempunyai informasi yang cukup untuk mengembangkan portofolio tayangan dan portofolio dokumentasi. Portofolio seksi penayangan adalah portofolio yang ditayangkan sebagai bahan presentasi kelas pada saat showcase. Portofolio penayangan terdiri dari empat muka atau panel yang terbuat dari papan busa (sterofoam) ukuran 90x80 cm. Seksi dokumentasi adalah portofolio yang disimpan pada sebuah binder yang berisi data-data dan informasi setiap kelompok. Portofolio dokumentasi ini merupakan kumpulan bahan-bahan terbaik siswa sebagai dokumen atau bukti penelitian berupa berita, artikel, hasil wawancara dan foto.
Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai nilai rata-rata pada tahap mengembangkan portofolio dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata terkecil adalah 3,53, dan nilai rata-rata terbesar adalah 4,72 untuk tahap mengembangkan portofolio. Kemudian secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VIIA SMP Negeri 16 Bandar Lampung sangat baik dalam mengembangkan portofolio kelas, dan mampu bekerja sama dalam kelompoknya untuk mengembangkan portofolio tersebut.
  1. Menyajikan Portofolio (showcase)
Pada tahap ini, showcase dilaksanakan pada tanggal 22 Mei 2010 bertempat di Aula SMP Negeri 16 Bandar Lampung, yang dihadiri oleh dewan juri, Kepala Sekolah, perwakilan guru, dan perwakilan siswa kelas VII. Dalam showcase tiap-tiap kelompok satu-persatu mempresentasikan hasil karya kelompok mereka masing-masing dihadapan dewan juri. Dewan juri yang menilai pada showcase tersebut terdiri atas dua orang tim penilai yang diambil dari perwakilan universitas yang mengerti dan memahami model project citizen dan dari perwakilan guru.
  1. Merefleksikan Pengalaman Belajar
Proses ini dikembangkan berbagai keterampilan seperti: membaca, mendengar pendapat orang lain, mencatat, bertanya, menjelaskan, memilih, merumuskan, menimbang, mengkaji, merancang perwajahan, menyepakati, memilih pimpinan, membagi tugas, menarik perhatian dan berargumentasi. Setelah refleksi pengalaman belajar dilaksanakan, siswa dan guru memperoleh kesimpulan bahwa betapa pentingnya mengembangkan keterampilan-keterampilan memecahkan masalah.
Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai nilai rata-rata pada tahap merefleksikan pengalaman belajar dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata terkecil adalah 3,41, dan nilai rata-rata terbesar adalah 4,59 untuk tahap merefleksikan pengalaman belajar, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VIIA SMP Negeri 16 Bandar Lampung sudah cukup baik dalam melakukan refleksi pengalaman belajar.

Kesimpulan dan Rekomondasi
  1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pengujian terhadap hipotesis yang dilakukan oleh peneliti serta hasil pembahasan yang didapat, secara umum dapat disimpulkan bahwa penggunaan model project citizen dipandang mampu untuk meningkatkan kecakapan kewarganegaraan (civic skills) pada konsep kemerdekaan mengemukakan pendapat, yang pada dasarnya diterima oleh siswa dengan baik ketika dalam pembelajaran di dalam dan di luar kelas. Model belajar project citizen merupakan suatu inovasi pembelajaran dalam dunia pendidikan yang cukup sesuai untuk diterapkan dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan karena dirasakan bermanfaat untuk bekal siswa dalam kehidupan sehari-hari umumnya dan memecahkan suatu permasalahan pada khususnya.
Pembelajaran berbasis portofolio dilaksanakan dengan tahapan: mengidentifikasi masalah, memilih masalah, mengumpulkan informasi, mengembangkan portofolio, menyajikan portofolio kelas, dan merefleksikan pengalaman belajar, memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan metode konvensional yang selama ini sering dipakai dalam proses pembelajaran seperti ceramah yang lebih menitikberatkan pada aspek kognitif saja, tetapi dalam pembelajaran berbasis portofolio semua aspek dilibatkan yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Dengan melakukan penelitian lapangan dan memanfaatkan banyak sumber, baik yang ada di lingkungan sekolah maupun di luar lingkunagn sekolah, model ini sangat potensial untuk meningkatkan kecakapan kewarganegaraan (civic skills).

  1. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka pada bagian ini dikemukakan beberapa rekomendasi yang diperlukan. Rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan agar para guru mampu menciptakan suasana belajar yang kreatif, inovatif dan menyenangkan sehingga para siswa mendapatkan pengalaman belajar selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung dan memperoleh hasil pembelajaran yang maksimal dengan cara memilih strategi atau metode dan media pembelajaran yang tepat untuk memaksimalkan proses dan hasil pembelajaran. Kemudian agar para guru dapat merancang suatu pembelajaran yang dimulai dari proses persiapan, penyajian materi pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran secara baik dengan harapan memperoleh hasil yang maksimal. Guru hendaknya lebih memperluas wawasan pengetahuannya dengan isu-isu aktual, agar dapat memancing siswa untuk mampu berpikir lebih kritis terhadap permasalahan yang ada di sekitarnya.
Kedua, siswa siswi SMP Negeri 16 Bandar Lampung, penulis menyarankan dengan adanya kegiatan pembelajaran PKn berbasis portofolio siswa harus bisa meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran sehingga mendapatkan pengalaman belajar untuk meningkatkan life skill dan siswa lebih berperan aktif dan ikut serta dalam model pembelajaran PKn berbasis portofolio karena siswa adalah subjek utama dalam tujuan ini.
Ketiga, kepada peneliti agar hasil penelitian ini hendaknya dijadikan dasar untuk dilakukan penelitian lanjutan dengan mencari berbagai kekurangan yang ditemukan dalam penelitian dalam proses pembelajaran PKn berbasis portofolio ini untuk disempurnakan dalam penelitian selanjutnya.
Keempat, kepada pihak sekolah agar pihak sekolah dapat memfasilitasi pembelajaran dengan sistematis, terpadu dan komprehensif untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran sehinga dapat meningkatkan kualitas pendidikan nasional untuk melahirkan sumber daya manusia yang unggul dan mampu berkompetisi secara lokal, nasional dan internasional (global).
Kelima, kepada Dinas Pendidikan agar hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk dapat memiliki komitmen yang kuat untuk memperbaiki mutu pendidikan dalam keseluruhan sistemnya secara komprehensif dan sinergis. Kemudian hasil penelitian ini ditujukan sebagai tambahan informasi bagi Dinas Pendidikan dalam menerapkan model pembelajaran PKn yang sesuai dengan kebutuhan siswa saat ini, di sisi lain harus mampu bekerjasama dengan berbagai pihak terkait, oleh karena itu diharapkan Dinas Pendidikan mampu memfasilitasi penyediaan para pengajar yang dapat membantu peningkatan kualitas sumber daya pendidikan yang ada di wilayah kerjanya. Dinas Pendidikan dapat melakukan penyelenggaraan seminar yang menghadirkan narasumber yang kompeten dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan untuk menghasilkan pengajar yang berkualitas.

Daftar Pustaka
Banks, J.A. (1997). Educating Citizens in a Multicultural Society. London: Teacher College Press.
Barizi, A. (2009). Menjadi Guru Unggul: Bagaimana Menciptakan Pembelajaran Yang Produktif dan Profesional. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Budimansyah, D. (2009). Inovasi Pembelajaran Project Citizen. Bandung: Program Studi PKn SPs UPI.
-----------------, (2008). PKN dan Masyarakat Multikultural. Bandung: Program Studi PKn SPs UPI.
-----------------, (2008). Revitalisasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Melalui Praktik Belajar Kewarganegaraan (Project Citizen). Acta Civicus, Vol. 1, No. 2, April 2008, 184.
Budiningsih, A. (2008). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Cogan, J.J. (1998). Citizenship for the 21st Century: An International Perspective on Education. London: Kogan Page Limited.
Creswell, J.W. (2008). Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research. New Jersey: Pearson Education.
Crowly, J. (1998). The National Dimension of Citizenship in T.H. Marshall. Citizenship Studies, Vol. 2, No. 2, 1998, 169.
Djaali, H. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Djahiri, K. (2003). Pemilihan Strategi dan Media Pembelajaran dan Portofolio Learning and Evaluation Based. Jakarta: Depdiknas.
-------------. (2002). Hakekat Pembelajaran AJEL (Active Joyfull Effective Learning) Model Portofolio Terpadu Multi Dimensional. Bandung: Lab Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS-UPI.
Bandung: Lab Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS-UPI.
Dwiyono, A. (2008). Kewarganegaraan: SMP Kelas VII. Jakarta: Yudhistira.
Isin, E.F. (1999). Introduction: Cities and Citizenship in Global Age. Citizenship Studies, Vol. 3, No. 2, 1999, 166.
Jawwad, A.B. (2004). Mengembangkan Inovasi dan Kreatifitas Berpikir Pada Diri dan Organisasi Anda. Bandung: PT. Syaamil Cipta Media.
Kalidjernih, F.K. (2009). Puspa Ragam Konsep dan Isu Kewarganegaraan. Bandung: Widya Aksara Press.
Komalasari, K. (2008). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dalam PKn Terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMP. Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
Muchith, S. (2008). Pembelajaran Kontekstual. Semarang: Rasail.
Nurmalina, K dan Syaifullah. (2008). Memahami Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Sanjaya, W. (2008). Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana
Siagian, M. (2009). Pendidikan Kewarganegaraan Bervisi Global Dengan Paradigma Humanistik. Acta Civicus, Vol. 2, No. 2, April 2009, 145-146.
Somantri, N,M. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Srijanti, et al. (2008). Etika Berwarga Negara. Jakarta: Salemba Empat.
Steger, M.B. (2003). Globalization, A Very Short Introduction, Oxford University Press.
---------, M.B. (2002). Globalisme: Bangkitnya Ideologi Pasar. Jogjakarta: Lafadl Pustaka.
Sopiah, P. (2009). Pengaruh Aplikasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Portofolio Terhadap Pengembangan Budaya Kewarganegaraan (Civic Culture). Acta Civicus, Vol. 2, No. 2, April 2009, 198-199.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sundawa, D. (2008). Bahan Pelatihan Pendidikan Latihan Profesi Guru Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Guru SMK/SMA. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Suryadi, A. (2009). Mewujudkan Masyarakat Pembelajar: Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Bandung: Widya Aksara Press.
----------, Budimansyah, D. (2004). Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru. Bandung: Genesindo.
Titik Isbandiah. (2008). Pengaruh Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Iklim Kehidupan Keluarga Terhadap Sikap Sopan Santun Siswa. Tesis Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
Winataputra, U, S. (2001). Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi. Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

0 comments: